DEKLARASI PEJUANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA : RESONANSI SUARA PARA KORBAN MENEMBUS DINDING TRAUMA!
Para korban –dalam kasus apapun—selalu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Traumatik yang panjang, luka mendalam dan kehilangan rasa percaya diri merupakan warna dasar yang menyelimuti kehidupan mereka. Demikian halnya dengan para korban Kecelakaan dan Kesehatan Kerja (K3). Suara itu, seperti menggedor tembok tebal untuk bangkit kembali melabrak kondisi yang tidak berpihak.
Penyebutan kata korban itu sendiri masih menjadi perdebatan. Setidaknya itu disampaikana oleh Subono, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia ketika memberikan testimoni. Bono –demikian panggilan akrabnya- menjelaskan bahwa dirinya pernah bekerja di pabrik asbes yang memproduksi asbes atap gelombang. Lingkungan kerjanya berdebu, panas, dan banyak pencemaran. Ancaman yang paling berbahaya adalah bahaya debu asbestos penyebab kanker paru-paru. Tapi sesudah bertahun mendapatkan pemahaman, Bono akhirnya menolak istilah korban. “Saya ingin semua yang pernah mengalami trauma akibat sebuah kejadian bangkit. Maka, saya menolak istilah korban. Mereka, seharusnya disebut sebagai pejuang, karena mereka, saat ini berjuang agar orang lain berubah menjadi lebih baik,” ujar Bono.
Berbagi pengalaman atas peristiwa kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut, terjadi pada Sabtu sore (26/7) bertempat di Cikarang. Buruh dari lintas Serikat Buruh yang berasal dari Karawang, Bekasi dan Bogor bertemu untuk saling menguatkan dalam sebuah acara bertajuk Deklarasi Pejuang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Ada 6 buruh yang hadir untuk memberikan testimoninya dalam acara tersebut. Mereka, bercerita mengenai pengalaman ketika kecelakaan menimpa dan kemudian menemukan titik balik untuk bangkit kembali.
Sriyono, buruh pabrik asbes di Bogor bercerita menegnai pengalamannya mengalami traumatik ketika dirinya divonis menderita penyakit akibat kerja karena debu asbestos. Hidupnya serasa runtuh dan tidak berguna. Beruntung, dirinya mendapat dukungan dari keluarga dan kawan dari berbagai lembaga dan serikat buruh. “Saya mengalami pukulan ketika mendapatkan vonis penyakit itu. Tapi, dengan berbagai dukungan saya harus bangkit. Saya bersyukur ketika BPJS menjadikan sakit yang saya alami ini sebagai penyakit akibat kerja. Ini, memang belum seberapa, tapi ini adalah kasus pertama di Indonesia yang diharapkan akan membuka kasus berikutnya,” cerita Sriyono yang sore itu hadir bersama istri dan 2 anaknya.
Sahroni atau yang biasa dipanggil Roni memberikan testimoni atas kasusnya. Sebagai buruh yang bekerja di pabrik kayu, dirinya mengalami kecelakaan kerja. Jari-jari pada tangan kirinya habis tersayat gergaji mesin. Sesudah kejadian itu, sama seperti Sriyono dia mengalami traumatik yang luar biasa. Rasa percaya dirinya langsung jatuh pada titik terendah. “Dulu, saya mengalami rasa rendah diri yang luar biasa sebab anggota badan saya cacat akibat kecelakaan. Bertahun saya menyembunyikan tangan kiri saya dari penglihatan orang. Saya malu,” ujar Roni. Tapi sesudah bertahun kejadian itu lewat, dirinya mulai mendapatkan pemahaman dan dukungan. Kini, dirinya bangkit dan membuang semua rasa minder itu. “Perjuangan terbesar bagi para korban adalah mengembalikan rasa percaya dirinya untuk tampil ke hadapan publik lalu bangkit kembali. Kedepan, bagaimana mereka bisa menjadi duta untuk mewartakan kondisi ini pada kalangan yang lebih luas.
Samsuri, dari Local Initiative for OSH Network Indonesia (LION) memberikan catatan penting atas deklarasi Pejuang K3 yang dilakukan oleh berbagai serikat buruh tersebut. “Kegiatan ini masih dalam tahap awal. Kita menghimpun buruh dan berbagai serikat buruh untuk menyamakan persepsinya. Pada gilirannya, kedepan kita berharap para korban ini mampu menyuarakan semua kepentingannya di hadapan pemerintah,” ujar Samsuri.
Sesudah pertemuan dan deklarasi tersebut, setidaknya ada 4 hal yang menjadi dorongan untuk segera dikerjakan sebagai agenda mendesak, yaitu :
Penguatan Serikat Buruh. Serikat Buruh harus kuat agar dapat berperan dalam mendorong lahirnya berbagai kebijakan baru yang lebih berpihak. Selama ini, Serikat Buruh yang ada di berbagai tripartit nasional tidak berhasil menjalankan peran itu.
Mendorong para Korban berorganisasi. Para korban K3 dan juga keluarganya merupakan aktor sebenarnya yang harus diperkuat dengan mendorong mereka bersuara lebih keras.
Memasifkan kampanye dan perjuangan dampak buruk asbestos dan bahan berbahaya lainnya serta perjuangan para korban K3.
Dengan kekuatan yang lebih besar kita harus mendesakkan perubahan yang lebih sistematis yakni perubahan mendasar atas lahirnya UU K3 baru yang lebih progresif.
Posting Komentar