Keluh Kesah Kami, Kuli Bangunan

Oleh: Aftorikhul Mahmud*

Langsung saja, Pertama, masalah jam kerja. Terkadang di situ kita merasa lelah dengan jam kerja yang melebihi batas waktu tapi dengan hasil atau upah yang tidak sesuai. Rasanya seperti memeras begitu banyak keringat, namun tidak sebanding dengan hasil yang didapat. 

Banyak pekerja mengeluh karena jam kerja tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini membuat para pekerja terpaksa mengulur-ulur waktu didalam pekerjaannya. Mengapa demikian? Tentu saja supaya hasil kerja dan upah bisa sesuai dan adil. 

Kondisi yang sering terjadi adalah gaji pekerja tidak sesuai dengan waktu kerja yang di tetapkan. Kondisi ini membuat para kuli bangunan mengeluh, bingung, tapi seperti tidak punya pilihan. Kalau kami tidak bekerja, dapur tidak mengepul. Kalau kami bekerja, beban berat yang terlalu berlebih membuat kami gelimpungan. Kesimpulan ringkasnya, di era gempuran zaman yang serba mahal: bertahan kerja sakit, tidak bekerja tidak ada duit. 

Kedua, di dalam pekerjaan kita, terkadang ada kerja yang terlalu ditekan. Kami dipaksa untuk menyelesaikan bangunan dengan sigap, kami ditarget ketat, sedangkan hasil tidak sesuai dengan kompensasi yang di berikan. Besaran upahnya, tidak mau menyesuaikan. 

Ketiga, pengertian dari atasan sering sekali kurang dalam menanggapi keluh kesah para kulinya. Peralatan kerja juga tidak cukup memadai. Hal ini membuat pekerja menjadi lambat dalam melakukan pekerjaannya. 
Di samping itu, kebijakan dari atasan dalam menyikapi keadaan pekerjaannya kurang. Dampaknya, para pekerja yang sedang sakit terpaksa tetap melakukan pekerjaanya. Belum lagi jika ada kecelelakaan dalam bekerja, tangung jawab dari pihak atasan dan kebijakan-kebijakan yang seharusnya didapat oleh pekerja pun hasilnya tidak maksimal. 

Kami sebagai para pekerja konstruksi informal atau kuli bangunan berharap supaya kami lebih dipandang. Karena nyatanya antara pengusaha dan kuli sama-sama saling membutuhkan. 
Tidak akan pernah berdiri sebuah bangunan tanpa ada kuli bangunan. Jadi, jangan pernah pandang rendah kami. Jangan pernah tindas kami. Kami bukan babu. Kami layak mendapatkan hak kami. Ingat, ini bukan lagi jaman penjajahan. Buat apa negeri Indonesia merdeka jika kaum buruh masih terhina. Buat apa adanya negara demokrasi kalo hak asasi tidak lagi dihargai! 



*Penulis adalah Sekretaris SBKI-SERBUK Magelang