Bagaimana Korporasi Besar Menguasai Negeri-negeri Terbelakang?

Kekuatan-kekuatan imperialis menguasai perekonomian negara-negara dunia ketiga secara langsung. Mereka bisa menguasai industri-industri penting.

Mula-mula sekali, maghrib hampir purna. Sebutlah namanya Parjo. Tubuhnya penuh peluh. Noda kusam menghiasi wajahnya. Akhir bulan ini dilihat upahnya tak banyak berubah. Masih minim. Matanya nanar menyaksikan gedung besar pabriknya yang menjulang tinggi. Dalam hati, ia bertanya. Darimana orang bisa mendapatkan sebegitu banyak uang untuk membangun pabrik sedangkan nasib buruhnya tak kunjung sejahtera?

Adalah Phytagoras, filsuf Yunani yang meyakini bahwa semuanya adalah angka-angka. Segalanya memiliki hitungan. Dan barang siapa mengerti benar tentang angka-angka, ia akan dekat dengan kebenaran hidup. Maka, simaklah data dan angka berikut ini. Pertama, Berdasarkan data statistik Persatuan Bangsa Bangsa yang dirilis tahun 1985, pemasukkan bersih dari investasi langsung ke negara-negara dunia ketiga dari tahun 1970 sampai 1980 mencapai 62,6 milyar dollar. Pada waktu yang sama, keuntungan sebesar 139,7 milyar dolar meninggalkan negara-negara ini menuju negara-negara paling kaya. Untuk setiap satu dolar yang diinvestasikan di negara-negara dunia ketiga ini, negara-negara imperialis memetik keuntungan satu dollar limabelas sen lebih!

Selanjutnya, pada tahun 1980, total investasi langsung luar negeri Amerika Serikat melebihi 213,4 milyar dolar, sekitar 157 milyar dolar dari jumlah itu pergi ke negara-negara industrialisasi, dan lebih dari 52,6 milyar dolar ke negara-negara dunia ketiga. Keuntungan yang kembali ke Amerika Serikat tahun 1980 sekitar 42,5%. Tingkat keuntungan di negara-negara industrialisasi sekitar 18,7%, sedang keuntungan berlipat didapat dari investasi di negara-negara dunia ketiga.

Lihatlah apa yang terjadi pada peningkatan keuntungan investasi Amerika Serikat di negara-negara tertentu pada tahun 1980: Mexico 37%, Brazil 45%, Argentina 44%, Cile 40% dan Ekuador 30%.

Asia sendiri pun tak lepas dari kuasa negeri adidaya tersebut. Di Asia sekutu utama Amerika Serikat paska perang dunia ke dua adalah Jepang. Negeri matahari terbit itu telah menempatkan 53,4 milyar dollar untuk mengatur basis produksi untuk diekspor ke Amerika Serikat dan Pasar Eropa. Dengan itu, Jepang adalah negara asing utama yang berinvestasi di Asia. Jepang merupakan investor utama di Korea Selatan, dengan prosentase 49% dari total investasi asing, di Thailand 37%, di Taiwan 26% dan di Indonesia 25% investasi asing langsung berasal dari Jepang.

Melanjutkan pertanyaan Parjo, darimanakah keuntungan sangat besar (super profit) itu diperoleh?

Tentu saja melalui investasi langsung. Kekuatan-kekuatan imperialis menguasai perekonomian negara-negara dunia ketiga secara langsung. Mereka bisa menguasai industri-industri penting dan strategis, sistem keuangan lokal dan pasar lokal secara langsung. Imperialis menuai keuntungan sangat besar (super profit) dari exploitasi tenaga kerja murah dan sumber bahan baku yang melimpah dan murah dari mengubah lahan pertanian menjadi penyedia bahan baku untuk industri-industri imperialis, serta pasar dari barang-barang produksi mereka. Krisis utang yang melemahkan dan menjatuhkan pasar ekspor tradisional negara-negara dunia ketiga –yang dimana menghubungkan– dua kutub kepentingan bertemu, Investor dan pemerintahan pro kapitalisme.

Pemerintahan negara-negara ini, seperti Soeharto di Indonesia, Marcos di Filipina, dan lain-lain, mengandalkan investasi asing langsung untuk menutup defisit neraca pembayaran mereka. Oleh karena itu, pemerintah negara-negara dunia ketiga menawarkan berbagai insentif demi menarik investor asing. Insentif-insetif Seperti berikut misalnya, yang jamak diberikan: (1) Memastikan upah rendah. (2) Menekan serikat buruh dan mempersulit pemogokan. (3) Pembebasan pajak perusahaan. (4) Bantuan pinjaman pemerintah. (5) kontrak dari pemerintah. (6) Membuka proyek infrastruktur. (6) Dan lain-lain.

Ternyata kisah sedih tidak berhenti disitu. Dana Moneter International (IMF) dan Bank Dunia (WB) mewajibkan negara-negara dunia ketiga yang mengalami krisis untuk melakukan privatisasi korporasi-korporasi milik negara. Bagian terbesar dari investasi asing langsung menyasar pada pembelian korporasi-korporasi tersebut terutama perusahaan-perusahaan plat merah yang paling strategis dan punya pemasukan paling tinggi. Dan, cengkraman langsung pada produksi dan ekonomi negara-negara dunia ketiga pun semakin rapat. Meskipun banyak aksi penolakan dari rakyat dan kritik akademis tentang langkah kebijakan tersebut, pemerintah tetap saja abai. Mereka nyata sangat menikmati perannya menjadi Kaki tangan Imperialis.

Skema Imperialisme untuk mempertahankan dan mengakumulasi keuntungan nyatanya secara prinsip juga tidak berubah, yang paling nyata bisa kita lihat empat tahun terakhir pemerintahan Jokowi. Dengan 16 paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan, seperti mengkopipaste kebijakan rekom-lah sebelumnya. Menekan upah buruh, insentif pajak untuk korporasi sampai dengan mempermudah akses terhadap sumber-sumber kekayaan alam.

Pada akhirnya, Imperialisme bisa menyerupai apa saja. Berwajah santun atau berperangai tegas, mengobarkan kebebasan atau mendukung puritanisme. Dua hal yang tidak bisa mereka sembunyikan adalah Ekploitatif dan akumulatif. Satu lagi, Ekspansif.

Dan jauh di sekitar padat riuhnya jalan raya kota, Parjo pulang dengan langkah gontai. Ia letih. Tapi kini ada yang menyala di matanya, kesadarannya mengatakan bahwa data dan angka-angka bisa dipelajari. Ia akan semakin menguatkan diri bersama kawan-kawannya. Ia pun semakin meyakini ketua serikatnya di tengah orasi hari buruh tempo hari lalu: “Buruh Cerdas, Tak Lagi Tertindas. Kaum Buruh Sedunia, BERSATULAH!!”