Politik dan Partai Politik Masa Orde Lama dan Orde Baru

 Tulisan Mengenai Politik

Rezim Orde Lama







Seri-3:

Pada masa Orde Lama, Indonesia memiliki kekuatan identitas dan karakter, kebanggaan nasional serta persatuan yang dibangun di atas landasan nasionalisme yang sangat kental. Sedangkan Orde Baru mencitrakan diri sebagai penjelmaan negara yang sejahtera, meskipun akhirnya kita temukan berbagai penyimpangan.

Partai Politik di Masa Orde Lama

Partai-partai politik sebagai alat perjuangan dilahirkan oleh para perintis kemerdekaan pada zaman kolonial Belanda.

Sempat tenggelam pada zaman Jepang, partai politik muncul kembali dan mengalami perkembangan pesat pada dekade pertama kemerdekaan –ditandai terbitnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada Oktober 1945. Namun, hingga Pemilu 1995 dilaksanakan, Indonesia belum memiliki undang-undang partai politik.

Mengutip George Mc. T. Cahin dalam Hafied Cangara, Direktorat Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/BAPPENAS dalam laporannya (2016) menyebutkan bahwa pada Desember 1945, setidaknya sudah ada sekitar 35 partai politik yang dibentuk berdasarkan isu kedaerahan, agama, dan berbagai macam ideologi. Namun, hanya 10 partai yang diresmikan oleh pemerintah pada saat itu yaitu : Partai Masyumi, Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Jelata, Partai Kristen Indonesia, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik Republik Indonesia, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia.

Setelah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) diberi hak legislatif (karena MPR dan DPR belum terbentuk), lahirlah Undang-Undang No. 7 tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai landasan pelaksanaan pemilu multi partai pada 1955. Pemilu ini digelar dalam 2 tahap untuk memilih anggota DPR dan anggota konstituante. Total, hanya 28 Partai Politik berhasil memperoleh kursi di DPR.

Dengan tujuan mengurangi konflik ideologi, pasca diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Soekarno menyederhanakan sistem kepartaian Indonesia melalui Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Pada 14 April 1961 Pemerintah mengumumkan hanya 10 partai yang diakui yaitu: PKI, PNI, NU, PSII Arudji, PARKINDO, Partai Katholik, Partai Islam PERTI, MURBA, IPKI, dan PARTINDO.

Rezim Orde Baru









PSI dan Masyumi tidak termasuk dalam 10 partai tersebut karena telah dibubarkan pada 17 Agustus 1960. Kenyataannya, konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik tetap terjadi. Untuk mengatasi hal ini, diselenggarakan pertemuan partai politik di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan Deklarasi Bogor.

Catatan penting yang menjadi keunikan pengalaman parlementer Indonesia (1950-1959), menurut Bagir Manan adalah: pertama, kejatuhan kabinet (kabinet mengembalikan mandat) bukan semata-mata karena mosi tidak percaya dari Parlemen, tapi juga disebabkan campur tangan Presiden yang berlebihan. Kedua, seringkali kabinet membubarkan diri karena tekanan bertubi-tubi dari parlemen.