“Yang berpikir soal pemagangan begini-begitu, itu katrok!”
Demikianlah ujaran yang diumbar Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hanif Dhakiri, sebagaimana yang dikutip dari sebuah media nasional beberapa bulan silam. Bapak Menteri seperti tersinggung ketika ditanya perihal kebijakan penyelenggaraan pemagangan di tempat kerja. Beberapa kalangan memang menilai kebijakan itu berpotensi dijadikan legitimasi penerapan upah murah oleh perusahaan kepada buruhnya.
Entah penekanan apa yang hendak dituju oleh Hanif Dakiri, ketika kata ‘katrok’ diucapkannya berkali-kali,
“Nanti kalau ada serikat buruh yang berpikiran soal pemagangan begini-begitu, itu katrok. Katrok banget!”, tegasnya usai mengisi acara yang bertajuk ‘Nusantara Mengaji’ yang diadakan di kawasan industri MM2100 Cikarang Barat.
Program pemagangan yang dimaksudkan Menteri Ketenagakerjaan ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri. Klaimnya, kementerian ingin mengubah program pemagangan menjadi lebih baik.
Lewat pihak ketiga yang disebut Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), perusahaan dapat melakukan kontrak “pemagangan” sebagai mekanisme menyiapkan calon tenaga kerja terampil dan matang, sehingga mudah terserap di dunia kerja. Tetapi dalam prakteknya, pihak LPK justru kerap menyalurkan tenaga kerja kepada perusahaan, bukan pemagangan sebagaimana yang dimaksud.
Program pemagangan melalui LPK dalam prakteknya tak jarang dijadikan alat perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja dengan upah murah. Upah yang nilainya di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Dalam kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan pemagangan yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dijelaskan dalam proses pemagangan perusahaan hanya memberikan ‘uang saku dan transpot’ kepada pihak yang magang di perusahaan tersebut. Celah yang menganga lebar ini kerap dipakai oleh para pemilik modal.
Salah satu kasus yang mencuat terkait masalah pemagangan ini, terjadi di PT. Surya Sukses Adi Perkasa (PT. SSAP). PT. SSAP adalah perusahaan yang bertempat di kawasan industri MM2100. Perusahaan yang memproduksi kemasan botol plastik ini mempekerjakan buruhnya dengan sistem kontrak yang berkelanjutan.
Selama bertahun-tahun, buruh yang bekerja di inti produksi dipekerjakan perusahaan dengan sistem kontrak. Jika kontrak kerja akan habis, buruh harus menandatangani kontrak kerja baru dengan perusahaan. Beberapa bulan belakangan, perusahaan yang berdiri sejak tahun 2011 ini, mengarahkan para buruh yang akan habis kontraknya untuk masuk melalui yayasan outsourcing dan kembali bekerja di perusahaan.
Kali ini statusnya diubah menjadi status kerja magang. Jika bekerja dengan status kontrak, buruh bisa mendapatkan upah pokok sebesar Rp. 3.800.000 per bulan. Sementara bila bekerja dengan status magang, buruh hanya akan diberi uang saku sebesar Rp. 2.500.000 sampai Rp. 3.000.000 saja perbulan. Dengan status magang ini, buruh tetap bekerja dalam sistem kerja shift, bekerja di inti produksi dan bekerja lembur. Hal semacam ini juga berlaku tanpa kecuali bagi buruh perempuan yang sedang hamil.
Mendapati kenyataan tersebut, para buruh yang bekerja di PT. SSAP dan tergabung dalam Pengurus Basis Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (PB. GSPB) bermaksud untuk melakukan perundingan dengan perusahaan. Masalah yang hendak dirundingkan tak lain terkait pengalihan status kerja yang diterapkan oleh perusahaan.
Proses pengajuan perundingan sudah dilakukan oleh PB. GSPB sebanyak lima kali, namun tidak ditanggapi oleh pihak perusahaan. Pada 21 September 2018, PB. GSPB memutuskan mengirimkan surat pemberitahuan mogok kerja kepada perusahaan. Mogok kerja yang dilakukan oleh 85 buruh anggota PB. GSPB ini justru berujung PHK sepihak.
Ujungnya, hanya tersisa 3 orang buruh saja anggota PB. GSPB yang masih dipekerjakan perusahaan.
Menanggapi surat yang dilayangkan PB. GSPB, pada 3 Oktober 2018, pihak pengawas ketenagakerjaan melakukan sidak ke perusahaan untuk mendalami kasus pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh PT. SSAP.
Beberapa dokumen dari PB. GSPB juga diminta untuk melengkapi pendalaman masalah.
Pada 29 Oktober 2018 dilakukan audiensi dengan Kasi Hubungan Industrial Ketenagakerjaan terkait dengan tuntutan yang tengah diperjuangkan buruh. Dari hasil audiensi yang berlangsung sampai pukul 11 siang, pihak Hubungan Industrial Ketanakerjaan yang diwakili Bambang Tri, mendorong untuk dilakukannya mediasi antara perusahaan dengan serikat buruh terkait pelanggaran ketenagakerjaan di PT. SSAP.
Hasil audiensi yang tidak memuaskan itu kemudian mendorong PB. GSPB mendatangi kantor DPRD Kabupaten Bekasi. Sampai sore hari PB. GSPB bertahan di kantor DPRD Kabupaten Bekasi, hingga akhirnya diterima oleh Anggota DPRD Komisi IV yang diwakili Nyumarno. Dari hasil pertemuan ini, Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi akan memanggil Direktur perusahaan, UPTD Pengawasan, Kadisnaker Kabupaten Bekasi, staf Bupati, dan perwakilan Serikat Buruh.
PB. GSPB Mendatangi Kantor DPRD Kab. Bekasi |
Menolak untuk menyerah, pada 31 Oktober 2018 PB. GSPB bersama dengan Federasi SERBUK Indonesia melakukan aksi ‘Geruduk Kantor Pengawasan’. Tujuannya tak lain untuk mendorong pihak pengawasan segera menindaklanjuti pelanggaran yang sudah nyata dilakukan oleh perusahaan. Upaya ini juga ditujukan untuk mendorong pihak pengawasan menindak tegas perusahaan yang sewenang-wenang menerapkan status kerja magang.
PB. GSPB bersama SERBUK Indonesia Menggeruduk Kantor Pengawasan |
Malalui surat pemberitahuan perpanjangan mogok kerja yang dilakukan oleh PB. GSPB, hari ini (3/11) pihak Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi mengeluarkan surat undangan kepada Direktur atau Pimpinan perusahaan PT. SSAP dan serikat buruh untuk melakukan mediasi pada hari senin depan (5/11). Tampak ada proses maju dari upaya tak kenal lelah buruh-buruh PT. SSAP.
Dalam perjuangan melawan sistem kerja magang yang diterapkan PT. SSAP, para buruh yang tergabung PB. GSPB tiap hari bertahan di depan gerbang perusahaan menggunakan tenda. Tenda itu berupa terpal seadanya sebagai penghalang teriknya sinar matahari dan guyuran air hujan. Tidak mudah, tapi darisana terlihat daya tahan buruh-buruh yang cukup menganggumkan.
Perjuangan PB. GSPB di depan pabrik PT. SSAP |
Terkait dengan kebutuhan logistik peserta mogok, buruh-buruh bersama-sama menggalang iuran. Menggunakan uang yang tersisa di tabungan mereka masing-masing. Buruh-buruh juga membangun dapur umum di salah satu kontrakan buruh. Piket memasak tak hanya dilakukan buruh perempuan, pun yang lelaki. Semua upaya ini dilakukan untuk menyuplai makanan ke buruh-buruh yang konsisten berjuang di depan pabrik.
Masalah status magang ini menunjukkan bagaimana Hanif Dakiri tak melihat potensi pelanggaran dari peraturan yang dibuatnya. Alih-alih memikirkannya dengan kepala dingin, yang terjadi malah mengumbar kata “katrok” yang tak jelas juntrungan dan manfaatnya.
Jika serikat buruh mengkhawatirkan potensi pelanggaran dituding katrok, maka Menteri yang membiarkan tenaga buruh dimanipulasi dengan sistem magang itulah yang sesungguhnya katrok sekatrok-katroknya!
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.