SERBUK Indonesia: MENGECAM REPRESI REZIM JOKOWI-JK TERHADAP GERAKAN BURUH INDONESIA!

 


Pernyataan sikap Federasi SERBUK Indonesia.

Jakarta- Jum’at (16/08) untuk kesekian kalinya demokrasi,  sebagai buah dari perjuangan reformasi 1998, diselimuti awan kelabu. Ketika 5000an buruh dari berbagai serikat buruh yang bergabung dalam aliansi Gerakan Buruh bersama Rakyat (GEBRAK) hendak menyuarakan aspirasinya sebagai wujud dari kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat,  mereka dihadang popor senapan aparat kepolisian.

Semula,  para buruh hendak menggelar protes atas rencana Presiden Joko Widodo merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  Pemrotes menyasar Gedung DPR/MPR Republik Indonesia yang sedang menggelar Sidang Paripurna untuk mendengar pidato kenegaraan Presiden pada 16 Agustus 2019.


Buruh menolak rencana revisi yang diusulkan pengusaha dengan alasan akan merugikan kehidupan merek.  Selain pembatasan pesangon,  penghilangan cuti haid,  dan kemudahan melakukan PHK,  buruh mensinyalir revisi itu sebagai upaya untuk membuat regulasi ketenagakerjaan semakin longgar.  Berpihak pada majikan dan menindas buruh.

Bersamaan represi yang dilakukan polisi, di hadapan Sidang Paripurna,  Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dan menyatakan keterbukaannya terhadap kritik.  “Bagaimanapun kerasnya kritik itu, harus diterima sebagai wujud kepedulian, agar kita bekerja lebih keras lagi memenuhi harapan rakyat,” ujar Jokowi dalam pidatonya. Menurutnya,  kritik merupakan pelecut agar Pemerintah bekerja lebih keras mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Tetapi,  dalam kenyataannya,  bak langit dan bumi,  apa yang disampaikan Presiden dalam pidatonya, berkebalikan dengan perilaku aparat kepolisian dqn TNI yang bertugas mengamankan aksi buruh.

Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono menjelaskan bahwa perlakuan aparat kepolisian telah melampaui kewenangannya dan menabrak koridor hukum yang semestinya dipatuhinya.  “Sejak awal,  kami dihadang dan diancam,” protes Subono.  Massa aksi SERBUK Indonesia dari Karawang yang berangkat secara terpisah menerima perlakuan kasar aparat polisi. “Kami dipaksa menunjukkan KTP,” lanjut Subono. Tak sampai di situ, jalanan sebelum Kantor TVRI dihadang dan diusir. Selanjutnya a,  massa aksi dipaksa berjalan menuju Gelora Bung Karno.


Aparat keamanan juga melakukan intimidasi kepada para kuli tinta. Syaefullah, seorang wartawan Vivanews melihat kejadian itu. Naluri jurnalistiknya membuat ia langsung mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu untuk keperluan pemberitaan.   Namun, tiba-tiba ia didatangi seorang anggota polisi dan dipaksa untuk menghapus video. Dia bahkan diancam akan turut diangkut jika menolak. “Padahal, saya sudah menjelaskan dirinya wartawan,” jelasnya. Intimidasi serupa juga dialami wartawan lainnya. Sambil dibentak, seorang wartawan Antaranews diminta aparat agar tidak berlaku sewenang-wenang dengan mempublikasikan foto itu. Ia diminta hanya menunggu pernyataan resmi dari kepolisian. “Tunggu rilis. Kamu jangan sewenang-wenang. Lo dari tadi hapus foto-foto video lo tadi,” ujar wartawan Antara menirukan omongan polisi.

Tindakan brutal yang dilakukan  aparat kepolisian dalam aksi GEBRAK tersebut,  juga disertai penangkapan kepada massa aksi di sekitaran gedung DPR/MPR RI. Sebanyak 21 orang peserta aksi ditangkap dan dibawa ke Markas Polda Metro Jaya.

Kejadian yang berulang-ulang ini memberikan pesan bahwa Demokrasi sedang terancam. Pernyataan Presiden di hadapan Sidang Tahunan MPR,  terbantahkan dengan perikaku aparatnya.

Oleh karena itu, Federasi SERBUK Indonesia  mengecam tindakan dengan keras represivitas polisi dan tentara yang terang-terangan melawan UUD 1945 pasal 28E Ayat 3 yang menyatakan menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. SERBUK Indonesia juga menyesalkan sikap diam Presiden Jokowi atas aksinkekerasan tersebut.

Federasi SERBUK Indonesia,  menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Pemerintah harus mengusut tuntas dan transparan penghadangan dan penangkapan peserta aksi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dalam aksi penolakan  revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

2. Kapolri Jendral Tito Karnavian harus segera mencopot jabatan dan memberikan sanksi tegas kepada Komandan Polisi yang bertanggung jawab dalam pengamanan aksi tersebut.

3. Presiden Joko widodo harus membatalkan rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang akan membuat kaum buruh di Indonesia semakin menderita.

Demikian Surat Pernyataan dari kami.


Karawang,  17 Agustus 2019.

Subono,

Ketua Umum Federasi SERBUK Indonesia.