CORONA, UPAH BURUH, THR: SAMA-SAMA GELAP!

 

Kemarin dapat kabar dari Temanggung. Kota kecil dengan beberapa pabrik garmen. Lalu dia bercerita mengenai situasi Covid-19 yang tidak ada penanganan secara optimal. Pabrik tempatnya bekerja masih mewajibkan pekerjanya untuk tetap bekerja secara normal. Gak ada perubahan.

Di dalam pabrik, tidak ada sosialisasi apapun menyangkut perilaku pekerja untuk mencegah penyebaran Covid-19. Yang ada, hanya dikasih masker tipis, warna hijau. Lalu dia mengkhawatirkan perihal bahan baku yang kata mandornya sudah menipis, harus diimport dari Cina. Dan dalam situasi tersebut,pekerja masih dipaksa kerja lembur untuk kejar target. “Kalau target tidak tercapai, ekspor gagal, ya ambyar kita semua,” ujarnya pasrah.k ah

“Sudah periksa kesehatan?”

“Gak ah, takut!”

“Lho, kenapa takut? Bukankah penting untuk mengetahui kondisi”

“Takut kalau periksa terus ketahuan positif”

…….

Dia lalu tidak melanjutkan ceritanya. Lama saya menunggu kelanjutan chating whatsApp.

Hampir tengah malam, dia mengirimkan jawaban tertunda.

Pengawas line tadi sore kasih info. Jangan sampai ada yang kena Corona. Ketahuan satu saja kena Corona, pabrik akan mengambil keputusan tegas. Pabrik tutup. Libur. Istirahat sampai habis lebaran….

Saya masih terdiam, nunggu kelanjutan ceritanya. Lalu, sampailah saya pada kenyataan pahit, tidak bisa nahan marah. “kalau pabrik tutup, istirahat, libur itu artinya kita tidak bekerja. Kalau tidak bekerja ya nggak bayaran. THR gak ada….,” balesnya dengan nada pasrah….

Saya diam, membayangkan beban berat yang dihadapi buruh-buruh garmen ini. Di Temanggung, kota kecil itu.

Nyawa dihitung sangat murah. Sangat sangat murah!

Saya membayangkan Ramadhan yang senyap. Tak ada senyum ceria, sebab tak ada lagi yang bisa diharapkan.

Duh Gusti….