Mencegah Bunuh Diri

 


“Itu bukti serikat buruh belum sepenuhnya menyentuh akar rumput.” Jika serikat buruh yang selalu duduk bersama kawan-kawan belum menyentuh, bagaimana pemerintah yang hanya duduk di tempatnya?

Rista masih menjadi luka dalam dada saya. Di umurnya yang masih belia ia telah kehilangan nyawa dan meninggalkan anaknya. Ia membuat psikologi saya goyah lagi. Fotonya yang sedang melakukan percobaan bunuh diri sepersekian detik sempat saya lihat. Saya jadi takut memandang selang shower kamar mandi, saya mengingat dia ketika cuci tangan, saya teringat anaknya ketika melihat ubin kamar mandi, saya sempat menangis ketika masuk kamar mandi.

Saya putuskan bertemu kawan-kawan saya. Mencoba mencari energi positif selepas mengikuti kelas yoga dan meditasi. Meski demikian, pertanyaan-pertanyaan dalam kepala saya soal Rista tidak sepenuhnya hilang. kutipan pembuka di atas saya tarik ketika berdiskusi dengan kawan-kawan mengenai kematian Rista, seorang PMI yang bunuh diri akibat pengaruh obat yang dicekokkan oleh seorang laki-laki bejat yang (barangkali) Rista telah anggap kawannya sendiri.

Mari saya mulai pertanyaan dengan: apa yang membuat Rista memutuskan pergi ke Hong Kong? Berapa lama dia dalam masa training di PJTKI? Apa saja yang ia dapat dalam masa training? Apakah PJTKI mengedukasijya mengenai hak-haknya sebagai buruh migran?

Lalu kita lanjutkan pertanyaan dengan: apa yang menyebabkan Rista memutuskan menjadi OS? Apa yang membuat dia tidak tahu hak-hak ia sebagai pekerja migran? Sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kenapa ia tidak menemukan satu orang pun aktivis buruh di Hong Kong? Kenapa dia tidak bertemu dengan satu pun organisasi yang bisa mengarahkan dia untuk menyelesaikan masalahnya? Dan Kemana KJRI untuk orang-orang seperti Rista?

Semua pertanyaan itu membuahkan jawaban di kepala saya: karena semua berawal dari sebuah kemiskinan, upah buruh di Indonesia yang minim, oknum-oknum dan lembaga yang bertugas dalam pemberi edukasi sengaja absen untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari keringat buruh wanita, prespektif gender yang membuat buruh wanita di Indonesia seringkali dirugikan, hak-hak perlindungan buruh wanita yang diabaikan.

Dan semua mengerucut kepada pertanyaan kemana negara/ pemerintah dalam pembuatan payung hukum bagi buruh wanita? Kemana negara untuk kesejahteraan buruh wanita di Indonesia hingga ia tak perlu pergi ke luar negeri? kemana janji Jokowi untuk mengurangi pengiriman buruh migran? Kemana janji BP2MI untuk melindungi buruh migran dari ujung rambut hingga ujung kaki?

Merekalah yang bertanggungjawab atas kematian Rista. Sebab bagi saya, kematiannya bukan hanya buah dari takdir semata.

(Anisa Fitri, BMI Hongkong)