Hanya Dipotong Delapan Ribu Rupiah Sehari


Pembangunan proyek PLTU itu merupakan bagian proyek strategis yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, listrik 35.000 MW. Lokasinya di Kabuoaten Muara Enim Sumatera Selatan. Meskipun ini merupakan proyek investasi China, tapi sejak pertama saya datang ke lokasi pada sekitar 2018, sudah penuh dengan Drama Korea. Waktu itu, saya hanya bertemu sekuriti dan mendapatkan keterangan bahwa proyek disegel karena konflik sengketa tanah dengan warga desa.

2019 saya ke sana lagi. Bertemu dengan para pekerja yang sekarang sudah berserikat. Atas bantuan kawan-kawan FSP2KI, mereka didampingi membentuk serikat pekerja, mencatatkan, dan pendidikan. Semua proses itu, membuat saya dan kawan-kawan SERBUK lebih mudah melanjutkan pendampingan.

2020 saya berkunjung lagi. Saat itu, mereka mogok kerja selama 15 hari. Saya mendampingi pemogokan itu bersama SERBUK Komwil Sumatera Selatan dan FSP2KI Korwil Sumatera Selatan. Pada 23 April 2020, bertempat Di DPRD Kabuapten Muara Enim, terjadi kesepakatan. Tetapi, sehari sesudahnya perusahaan menganulir kesepakatan tersebut. Sesudah kejadian itu, melalui desakan politik ke Bupati Muara Enim, akhirnya kawan-kawan bekerja kembali. Meskipun, berbagai drama terus terjadi. Situasinya benar-benar sulit karena setiap berunding, bos di sana menyebut nama-nama Jenderal di Jakarta sebagai backing.

Terakhir, saya mendapatkan kabar mengejutkan. Ternyata upah harian mereka dipotong sebesar Rp. 8000 per hari. Pelakunya, diduga oknum yang bekerja sama dengan pihak manajemen (sekarang masih diinvestigasi). Seperti biasa, selalu terjadi perdebatan. Ada yang bilang, gapapa, hanya delapan ratus, gak besar. Tapi, sebagian (besar yang lain) bilang memang hanya Rp. 8000, tapi dikalikan 100 orang..... jumlahnya besar banget.

Hitungannya begini:
Potongan per hari x jumlah pekerja x hari kerja = Rp. 8000 x 100 orang x 30 hari (sebab gak ada hari libur) = 24 juta. Jadi, oknum yang memotong upah tersebut, nggak kerja dan hanya ongkang-ongkang kaki, setiap bulan menerima uang  Rp. 24 juta. Jumlah ini lebih besar dari pada upah yang diterima para pekerja karena seringkali, pekerja hanya menerima upah 1,5-2 juta per bulan.

Sekali lagi, potongannya memang hanya delapan ribu rupiah, tapi akumulasinya lumayan gede. Dan satu hal yang pasti, Tetap saja mereka maling!.