Ikuti kami di Instagram         Tetap Terhubung
Postingan

Pendidikan Lanjutan: Sebuah Bekal Untuk Apapun yang Akan Datang


Seorang peserta terperangah tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya tak percaya pada apa yang didengar. Seorang peserta lain menceritakan pengalamannya bekerja di sektor konstruksi. Agus (37), peserta yang mewakili Serikat Buruh Konstruksi Indonesia (SBKI), menuturkan Ketika ia mengikuti salah satu proyek besar membangun sebuah hotel di Semarang. Tinggi bangunannya mencapai 20 lantai, namun tak disediakan jaring pengaman. Terdengar suara peserta lain mulai memprotes tak percaya. Yang lain akhirnya hanya mengucapkan: “teori memang sering berbeda dengan kenyataan.”

Penyelidikan Sosial, Penyelidikan Kelas Pekerja

Puluhan anggota Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Indonesia Komite Wilayah Jogja-Jateng mengikuti kegiatan pendidikan lanjutan pada Jumat (5/11) hingga Sabtu (6/11). Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Rosalia Indah Yogyakarta. Dihadiri tujuh Serikat Buruh Anggota (SBA) . Lima diantaranya dari sektor listrik; SPLAS (Serikat Pekerja Listrik Area Solo Raya), SPL (Serikat Pekerja Listrik) Klaten, SIPTAM (Serikat Pekerja Teknik Area Magelang), SPLAM (Serikat Pekerja Listrik Area Magelang), dan SPLY (Serikat Pekerja Listrik Yogyakarta). Dua SBA lainnya adalah SBKI dan PT Sekar TKPI.

Di dalam ruangan aula yang luasnya kira-kira 8x5 meter, diterangi enam pasang lampu neon panjang, dihiasi enam lampu gantung yang bentuknya seperti toples kue, pendidikan berjalan dengan khidmat disertai candaan hangat para pekerja yang beristirahat dari kesibukannya. Pada salah satu sisi ruangan menempel dua buah Air Conditioner (AC), di tengahnya menggantung proyektor, di salah satu sudut disimpan pengeras suara (sound system). Betapa ruangan ini membutuhkan Listrik. Dengan kata lain, betapa ruangan ini juga membutuhkan pekerja Listrik.

Wahyu (30) moderator kegiatan sekaligus koordinator departemen pendidikan membuka dengan sambutan singkat. Ia kemudian mengajak para peserta untuk mendoakan korban banjir di Sumatera dan Aceh, lalu mengirimkan doa untuk seorang teman yang sebelumnya mengikuti pendidikan dasar namun tak bisa mengikuti pendidikan lanjutan karena telah meninggal dunia. Moderator memimpin doa, semua orang menundukkan kepala, mengheningkan cipta, dan mengirimkan doa.

Dalam sambutannya, Wahyu juga menyampaikan bahwa salah dua tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan para anggota serta mengembangkan keanggotaan serikat. Ia lalu menyerahkan forum pada pemateri pertama.

Sebelum memulai, Fajar (30) sebagai pemateri pertama meminta para peserta untuk memgisi bangku yang paling dekat dengan pemateri terlebih dahulu. Kursi peserta disusun U-shape tanpa meja. Tujuannya agar tak ada peserta yang membelakangi peserta lain serta tak ada penghalang apapun antara peserta dan pemateri. Ini juga memudahkan pemateri mengamati setiap peserta jika ada yang mulai bosan atau mengantuk.

Setiap peserta kemudian diminta untuk menuliskan hal menarik yang mereka temukan dari sepanjang perjalanan menuju lokasi pendidikan. Sticky Note dan spidol dibagikan kepada setiap peserta. Beberapa orang mulai menulis catatan-catatan panjang, beberapa yang lain masih berpikir kebingungan.

Setelah tiga menit berlalu setiap peserta diminta memperkenalkan diri sambil menceritakan hal menarik apa yang mereka tulis. Pada bagian ini peserta mulai melemparkan candaan satu sama lain dengan tawa ringan. Pada gilirannya, Andri dengan mengenakan kemeja biru dan rambut mulai panjang yang dikuncir di belakang, memperkenalkan dirinya sebagai anggota SPLAM. Ia menuturkan bahwa yang menarik baginya adalah sepanjang jalan cuaca sangat tak tentu. Beberapa kilometer hujan beberapa kilometer berikutnya reda, hujan lagi-reda lagi.

“Hujan-reda di perjalanan adalah gambaran situasi kerja kita hari ini. Kadang terang, kadang gelap. Pendidikan semacam ini adalah pembekalan menyikapi situasi. Kalau hujan kita siapkan payung, di tempat kerja kita siapkan pengetahuan dan keterampilan.” Jelas Andri disambut tepuk tangan meriah.

Peserta yang hadir memiliki latar belakang usia yang variatif. Mulai dari yang berusia 20-an tahun hingga sekitar 50 tahun. Tapi hal ini bukanlah masalah, karena setiap pekerja memerlukan pembekalan pengetahuan dan keterampilan dalam berserikat. Agar mereka bisa menghadapi dunia kerja hari ini yang “kadang terang, kadang gelap.”

Pada pendidikan kali ini, SERBUK membekali anggotanya dengan tiga materi. Materi pertama yang dibawakan oleh Fajar bertema penyelidikan sosial. Semua peserta kembali fokus mendengarkan setelah tertawa-tawa di sesi perkenalan. Selebaran berisi materi penyelidikan sosial mulai dibagikan. Fajar membuka dengan kalimat sederhana:

“Tanpa penyelidikan sosial, tidak ada hak bicara karena semuanya harus berdasarkan fakta.” Kalimat yang kemudian menarik perhatian peserta.

Fajar juga menambahkan bahwa penyelidikan sosial bukanlah pekerjaan individu. Ini harus menjadi pekerjaan kolektif. Dalam konteks serikat buruh, penyelidikan sosial sebaiknya dilakukan oleh tim yang terdiri dari beberapa divisi yang berbeda. Tujuannya agar hasilnya lebih komprehensif. Target dalam penyelidikan sosial juga harus jelas.

Sekitar 30 menit berjalan, di tengah siang yang panas, energi peserta mulai terkuras. Salah satu AC ruangan ternyata bahkan tidak menyala. Sebagian peserta mulai mengipas keringat dengan kertas. Beberapa yang lain menahan kelopak mata agar tak kalah dari kantuk. Namun mereka kembali fokus dan membelalak ketika Fajar mulai menjelaskan tentang Nilai Lebih dan bagaimana menghitungnya.

Di akhir sesi semua peserta dibagi berkelompok untuk latihan melakukan investigasi sosial di tempat kerja. Hasilnya akan dipresentasikan di depan peserta yang lain. Agar efisien, pemateri menyarankan agar sesi ini dibarengi saja dengan coffee break. Peserta mulai membagi diri berdasarkan kelompoknya. Satu kelompok mengerjakan di dalam ruangan sambil duduk di lantai, sementara dua lainnya memilih mengerjakan di ruang yang lebih terbuka agar bisa merokok.

Seusai sesi break, peserta kembali duduk di kursinya masing-masing dengan cangkir teh/kopi di satu tangan. Mereka mulai bergantian mempresentasikan hasil diskusi masing-masing. Presentasi pertama adalah perwakilan dari SPLAS.

Pak Pur dan pak Dar—setidaknya begitu orang-orang memanggil mereka—maju sebagai perwakilan. Dua pria ini berusia sekitar awal 50-an. Dengan ekspresi dan suara tenang mereka bergantian menjelaskan hasil temuan mereka berdasarkan materi yang sudah disampaikan. Menurut pak Pur dan pak Dar, dari sekitar 600 rekan kerja mereka, hanya ada 200-an orang saja yang bergabung dengan serikat. Masalah lainnya adalah perusahaan tempat mereka bekerja telah beralih dari tenaga alih daya menjadi volume based.

“Bahkan volumenya tidak jelas. Volume kerja besar, gaji kecil. Sering kali kami harus bekerja melebihi jam kerja. Gaji bulanan pun sering terlambat.” Ucap pak Pur dengan mata yang lelah. Entah karena ia harus membagi waktu kerja dengan berserikat atau karena haknya terlalu banyak direnggut.

Presentasi selanjutnya dilanjutkan oleh SIPTAM, SPL Klaten, SBKI, SPLAM, dan SPLY secara berurutan. SIPTAM menyampaikan bahwa dari total 308 pekerja di tempat mereka semuanya ikut serikat. Hal ini disambut tepuk tangan peserta lain yang ikut merasa bangga. Sementara SPLY menyebutkan bahwa dari 360 total pekerja, sekitar 260 diantaranya telah berserikat.

Sementara SBKI menyampaikan bahwa tenaga kerja informal buruh konstruksi situasinya sangat tidak stabil. Sejak awal bekerja saja mereka tidak pernah memiliki kontrak. Bahkan untuk dimintai KTP saja, untuk pencatatan sebagai pekerja, hampir tidak pernah terjadi. Sehingga peran serikat juga tak kalah penting bagi mereka. Baik sebagai pihak yang mendukung kesejahteraan mereka, maupun sebagai entitas yang mampu memberi dukungan dan pembekalan untuk menghadapi segala ketidakpastian kerja.

Materi pertama berakhir. Materi berikutnya dibawakan oleh Aroisy dari departemen media dan propaganda. Materi kedua adalah tentang dasar-dasar kampanye dan praktik merancang kampanye. Sayangnya, acara dimulai sangat molor, sehingga waktu yang tersisa untuk materi kedua ini sangat sedikit.

Kampanye dan Serikat

Aroisy berhasil membuyarkan kantuk para peserta dengan ice breaking di awal sesinya. Video pendek berdurasi kurang lebih lima menit mengajak seluruh peserta untuk bergerak diiringi musik berirama cepat. Mulai dari menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan, hingga meloncat-loncat. Tentu ini mengembalikan tawa para peserta yang semangatnya telah digerus waktu.

Tanpa membuang waktu terlalu banyak, pemateri kedua meminta peserta untuk menceritakan pengalamannya mengikuti atau melaksanakan kampanye yang berhasil. Salah seorang perwakilan dari SIPTAM menceritakan bahwa salah satu pengalaman kampanye yang sangat berkesan baginya adalah ketika ia mengkampanyekan serikat pekerja ke kolega-koleganya. Saat itu perusahaan vendor tempat ia bekerja sering memotong gaji pekerja tanpa alasan yang jelas. Pekerja yang merasa telah dirampas haknya berserikat dan menuntut pada perusahaan induk. Dampaknya perusahaan outsourcing tempat mereka bekerja digantikan oleh perusahaan lain.

Seorang peserta lain dari SPLY membagikan pengalamannya ketika mereka berkampanye tentang serikat kepada rekan-rekan kerja yang lain. Sebelum ada serikat, perusahaan mereka tidak pernah membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh sekaligus (dicicil). Kampanye tersebut berhasil menghimpun sebagian besar pekerja yang merasa memiliki kepentingan untuk memperjuangkan hak-haknya. Setelah serikat terbentuk, mereka bisa menerima THR secara penuh sekaligus.

Selama materi berlangsung, peserta terlihat memperhatikan apa yang disampaikan pemateri. Sesekali fokus mereka dipecah sesaat oleh guyonan yang dilemparkan satu atau dua peserta. Setelahnya mereka akan kembali mendengarkan. Begitulah sesi hari pertama berjalan hingga akhir.

Negosiasi

Berbeda dengan hari pertama yang dimulai pada sekitar pukul 14.40, pendidikan hari kedua dimulai pada jam 8.40 pagi di ruangan yang sama. Semua peserta terlihat memasuki ruangan dengan wajah yang lebih segar dan siap memulai hari. Rambut masih tersisir rapi dan wangi parfum masih semerbak. Energi masih penuh setelah semalam beristirahat. Tak bisa dipungkiri, semangat pagi hari memang selalu lebih menyala.

Wahyu kembali memulai forum sambil meminta peserta mengingat kembali apa saja materi hari sebelumnya. Mereka menjawab bergantian secara berurut dari sisi kanan moderator.

Semua memberi jawabannya dengan diselingi canda tawa. Suasana yang pas untuk mulai belajar hal baru.

Forum kemudian diserahkan kepada pemateri. Britha, seorang perempuan berusia awal 30-an memimpin jalannya kelas dengan tema advokasi. Ia meminta seseorang membagikan sticky note untuk peserta. Semua peserta diminta menuliskan usulan lokasi untuk kegiatan Rapat Kerja (Raker) SERBUK. Ruangan mulai riuh suara bercanda. Ada yang mengusulkan Bali, Ibu Kota Nusantara (IKN), Klaten, Magelang, Yogyakarta, dll.

Britha meminta peserta untuk menempel sticky note di papan tulis. Berbagai nama wilayah telah melekat tak beraturan. Kemudian ia memberi instruksi lain: jika peserta disini akan menjadi panitia pelaksana Raker, maka lokasi mana yang akan mereka pilih. Mereka harus menentukannya bersama-sama.

Seisi ruangan kembali ramai. Seseorang berseru sambil tertawa bahwa Bali dan IKN sudah pasti tidak mungkin. Ketika ditanya kenapa Bali dan IKN dituliskan, mereka menjawab bahwa mereka tidak tahu kalau akan jadi panitia.

Semua peserta berdiskusi. Memilih lokasi mana yang paling mungkin. Setelah beberapa saat mereka sepakat memilih Magelang. Pertimbangannya karena itu lokasi yang mudah dijangkau semua peserta.

Sebenarnya ini hanya bagian dari materi advokasi. Mereka tentu saja tidak benar-benar akan menjadi panitia. Mereka sedang bermusyawarah. Bersepakat akan sesuatu demi mempertimbangkan kepentingan banyak orang. Bagian dari advokasi.

Akhirnya pertanyaan pertama dilontarkan pemateri. Apakah mereka pernah bernegosiasi. Rata-rata peserta menjawab pernah. Biasanya mereka menegosiasikan jam lembur, bayaran lembur, upah di sebuah proyek, atau hal-hal lain yang sering di negosiasi dengan manajemen perusahaan.

Para peserta kemudian menyimpulkan bahwa ada banyak yang diperlukan dalam persiapan negosiasi. Masih dipimpin oleh pemateri, mereka menyebutkan beberapa poin seperti persiapan data, membangun tujuan, menyatukan persepsi, waktu dan tempat, serta strategi dalam perundingan.

Satu jam berlalu tanpa terasa. Sesi coffee break tiba. Pemateri menyampaikan bahwa demi waktu yang efisien sebaiknya istirahatnya hanya 15 menit. Sebagian peserta tidak terima. Mereka meminta 30 menit. Panitia kembali memberi pertimbangan bahwa setengah jam itu terlalu lama mengingat waktu mereka terbatas. Akhirnya semua sepakat untuk break selama 20 menit. Negosiasi langsung dipraktekkan!

Sesi terakhir setelah istirahat sebentar adalah simulasi bernegosiasi. Beberapa panitia berperan sebagai manajemen perusahaan. Beberapa yang lain sebagai mediator. Sementara peserta yang sudah dibagi menjadi tiga kelompok akan berperan sebagai pekerja yang hendak berunding.

Baik peserta maupun panitia menjalankan peran mereka dengan baik. Menampilkan dinamika perundingan walaupun terbatas waktu 15 menit untuk setiap kelompok. Pada sesi coffee break mereka telah berdiskusi untuk mempersiapkan perundingan. Pada saat simulasi berjalan, beberapa peserta meninggikan suara seolah simulasi benar-benar berhadapan dengan manajemen perusahaan yang punya kepentingannya sendiri. Peserta yang lain menyampaikan maksud perundingan dengan bahasa lugas dan tegas. Selama sesi perundingan, semua peserta berusaha terlibat. Di sela-sela simulasi setiap kelompok, mereka juga diberi kesempatan untuk mengevaluasi dan menyampaikan perasaan mereka. Sehingga setelah waktu simulasi telah habis, semua peserta bertepuk tangan dengan bangga. Mereka tahu, mereka baru saja menyiapkan satu bekal untuk sesuatu yang penting di masa yang akan datang.

Sebelum mengakhiri kegiatan pendidikan kali ini, para peserta kembali ditanya. Apa saja yang mereka dapatkan dari sesi ini. Semua dengan semangat bergantian menjawab. Salah satu peserta termuda, Moklee (25) dengan mata bersemangat namun suaranya tetap lembut menanggapi

“ternyata negosiasi perlu banyak persiapan. Terutama mental karena mengutarakan kepentingan bersama itu tidak mudah. Banyak hal bisa terjadi selama proses negosiasi.”

Waktu menunjukkan jam 13.00. ketika forum dibubarkan, terlihat jelas wajah-wajah pekerja yang walaupun lelah. Entah lelah karena membagi waktu antara bekerja, keluarga, dan berserikat atau karena haknya terlalu banyak direnggut. Mereka tetap menyiratkan perasaan bahagia dan bangga. Barangkali mereka masih menyimpan rasa takut. Namun apapun yang mereka bawa dari kelas ini, mereka menyimpannya dengan baik untuk sesuatu yang akan datang.

“hidup buruh!”

Suara bergema di seluruh ruangan.


Penulis : Asmariyana


Serbuk adalah serikat buruh yang di dirikan pada 11 Desember 2013.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.