“Bukan Alat Perlindungan Diri, Tapi Pengurangan Resiko Kerja”

 


Jakarta – Minggu (26/2) dini hari, kecelakaan kembali terjadi. Dalam tiga tahun terakhir, untuk ketiga kalinya para pekerja Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) PT.Pertamina Patra Niaga Depo Plumpang mengalami mobil terbakar. Bagaimana tidak, muatan mobil tangki mereka BBM, gampang terbakar. Pada 2015 dan 2016, empat rekan buruh Patra Niaga Depo Plumpang tewas terpanggang akibat hal serupa. Kecelakaan Ahad lalu kembali mengemukakan persoalan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

Buruh mesti menyadari bahwa prinsip utama dalam K3 adalah meminimalisir resiko. “Prinsip utama k3 itu bukan penyediaan Alat Perlindungan Diri (APD) tapi meminimalisir resiko kecelakaan,” kata Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Khamid Istakhori pada Kamis, 28 Februari 2017.

Ia mencontohkan, jika debu membahayakan kesehatan, solusinya seharusnya bukan masker. Selain membuat pekerja tidak nyaman, masker tidak menyelesaikan akar masalah. “Misalnya tempat kerja berdebu, maka debu itu harus dihilangkan,” tegasnya.

Perusahaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk meminimalisir resiko di tempat kerja. Namun, banyak diketahui perusahaan mengurangi standar keamanan untuk memangkas biaya produksi.

Peneliti dari Lembaga Informasi Perburuhan Sedane Abu Mufakhir menceritakan ia pernah menemukan modus tersebut dalam proses konstruksi pabrik baja Posco-Krakatau Steel. Pembangunan pabrik baja terbesar keempat di dunia itu melibatkan 11 ribu pekerja selama dua tahun. Sebanyak 50 buruh meninggal dunia selama dua tahun masa konstruksi.

Ia mendapati standar keamanan semakin turun ketika pekerjaan jatuh pada subkontraktor. Sebagai contoh, perusahaan utama memberikan pelindung body harness, tapi subkontraktor hanya menyerahkan safety belt pada buruh-buruhnya. Selain itu, terjadi peningkatan tekanan kerja yang meningkatkan resiko kecelakaan. “Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan 10 orang dan selesai satu bulan, oleh perusahaan subkontraktor dipotong jadi hanya lima orang dan harus selesai 20 hari,” ujar Abu.


Serikat Wajib Pastikan Pengusaha Minimalisir Resiko Kecelakaan

Menanggapi itu, buruh melalui serikat juga mesti memastikan pengusaha menghilangkan resiko itu. “Serikat harus menjadikan K3 sebagai arus utama perjuangan. Itulah kenapa kongres mengamanatkan KPBI sebagai Konfederasi pelopor K3,” imbuh Ketua DPO KPBI Khamid Istakhori.

Untuk itu, ia menyarankan agar serikat mendoron pembentukan Komite K3 di perusahaan. Tim ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan rutin dan mencari potensi kecelakaan kerja. Setelah menemukan resiko, tugas berikutnya adalah memastikan proses meminimalisir resiko tersebut.

Khamid menekankan anggota komite dipilih dari perwakilan serikat dan bukan ditunjuk manajemen untuk memastikan standar K3 sesuai ketentuan. “Tidak boleh ada pengurangan dengan alasan penghematan,” sebutnya.

Ia juga menyarankan agar ada pelatihan trutin soal K3. Peningkatan kesadaran meruapakan jembatan untuk memasukan persoalan K3 dalam Perjanjian Kerja Bersama. Terakhir, penegakan hukum K3 adalah hal wajib.(GDR)


(buruh.co)