“Libatkan Tentara dan Pangkas Upah, Federasi SERBUK Tolak Pemagangan Karawang”

 


Siaran Pers, Federasi SERBUK Indonesia, 2 Maret 2017

Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Indonesia menolak program pemagangan pemerintah kabupaten Karawang, Jawa Barat. Penolakan ini berdasarkan pada rencana keterlibatan militer dan buntut hubungan kerja yang rentan akibat status magang.

Pada 24 Februari 2017, Wakil Bupati Karawang Ahmad Zamakhsyari mengatakan, sebagaimana dikutip dari sebuah media swasta nasional, pemda akan meluncurkan program pemagangan. Program yang diluncurkan pada 8 Maret 2017 itu akan melibatkan 300 pabrik serta tentara untuk melatih para peserta secara semi-militer. Tidak hanya itu, pemagang juga hanya mendapat upah 60 persen UMK dan hubungan kerja fleksibel. Alasannya, pemda ingin mengurangi pengangguran dengan program ini.

Federasi SERBUK Indonesia menolak keterlibatan tentara dalam urusan sipil, terutama perburuhan. “Ini merupakan kemunduran yang sangat jauh dari semangat reformasi yang mencita-citakan supremasi masyarakat sipil sesudah lepas dari keterkungkungan rezim militer orde baru, “ kata Sekretaris Jenderal Federasi SERBUK Indonesia, Subono. Lebih jauh Subono mengingatkan, perjuangan rakyat selama bertahun-tahun mendorong tentara kembali ke barak, menjadi tentara yang profesional untuk menjaga negara.

Federasi nasional yang berbasis di Karawang itu menambahkan rencana Pemda Karawang sangat berbahaya. Khamid Istakhori, Komite Eksekutif Federasi SERBUK Indonesia, menambahkan selama ini tentara menunjukan sikap represif terhadap buruh. “Tentara menjaga aset perusahaan dengan dalih objek vital dan mengintimidasi aksi buruh di kawasan industri, berhadapan dengan petani dalam konflik agraria dan bangga menjadi bamper penguasa yang didanai para majikan,”jelas Khamid Istakhori.


Buruh Murah dan Rentan Berkedok Magang

Federasi SERBUK Indonesia juga memandang persoalan magang hanya menjadi kedok untuk mendapatkan tenaga kerja murah. Sekjen Serbuk Indonesia Subono memperkirakan para pemagang akan bekerja seperti layaknya buruh. Namun, mereka mendapat upah 40 persen lebih rendah. “Bukan tidak mungkin beban kerjanya lebih berat tanpa adanya kepastian perlindungan seperti jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Ini, adalah sebuah sistem yang dibuat dengan menabrak norma hukum sebagaimana diatur dalam UU 13 tahun 2003,” ungkap Subono. 

Subono juga menyoroti para pemagang hanya menjadi pasokan buruh dengan sistem kerja fleksibel. Para pemagang hanya akan menjadi buruh singkat dengan masa kerja 6 bulan. Bahkan, Wakil Bupati Karawang Ahmad Zamakhsyari menjanjikan para pemagang yang ” tidak akan menuntut apa pun jika kontrak magang diputus.”

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI, Ilhamsyah di Jakarta membenarkan sikap Serbuk Indonesia. Ilhamsyah bahkan menyanyangkan pernyataan Bupati yang seolah menyalahkan rendahnya sumber daya masyarakat Karawang. Dalam pernyataannya, Wakil Bupati menjelaskan bahwa industri kurang meminati etos kerja warga Karawang karena pencari kerja asal Karawang yang gagal tes bekerja di tanah kelahirannya sendiri.

Ilhamsyah menekankan, kekurangan itu seharusnya menjadi evaluasi serius pemda di bidang pendidikan. “Kalau benar sumber daya masyarakat Karawang belum bagus, maka seharusnya ini menjadi tantangan bagi Pemda untuk melahirkan program pemerintah yang lebih baik di sektor pendidikan dan pembinaan masyarakat Karawang,” tegas Ilhamsyah.