BURUH untuk RAKYAT: “Bu Patmi, Pabrik Semen, dan Buruh Pabrik Semen”

 


Catatan May Day : Khamid Istakhori

Federasi SERBUK Indonesia, sudah terlibat aksi mendukung perjuangan Petani Kendeng menolak pabrik Semen sejak 2014. May Day 2014, 2015, 2016 dan besok pada 2017 SERBUK Indonesia selalu mengusung dukungan, paling minimal dalam bentuk poster dan spanduk kampanye. SERBUK Indonesia juga menyatakan Bu Patmi sebagai Pahlawan Rakyat.

Sebagai Federasi yang juga fokus melakukan pengorganisasian sektor kontruksi, SERBUK Indonesia juga melakukan pengorganisasian pada buruh yang berasal dari pebrik semen. Berdiskusi mengenai kondisi kerja. Mengadvokasi atas terjadinya pelanggaran normatif dan juga mendorong mereka membentuk serikat. Di beberapa tempat –dimana SERBUK melakukan pengorganisasian—terjadi juga beberapa benturan horisontal dengan masyarakat yang kontra pabrik semen.

Dalam beberapa kesempatan, SERBUK Indonesia juga menggalang solidaritas global untuk buruh-buruh pabrik semen yang bekerja pada korporasi multinasional. Dalam kasus mergernya Holcim dan Lafarge, bersama BWI Global Union, SERBUK Indonesia mendukung pemenuhan hak yang dikemplang perusahaan akibat merger tersebut.

Fakta lain juga menarik untuk disimak. Dalam Konferensi Semen Internasional yang diselengarakan oleh BWI pada 28-30 September 2016 di Panama, dimana SERBUK Indonesia juga hadir, ditemukan setidaknya permasalahan mendasar atas industri ini. Hasil riset yang melibatkan 77 Serikat Buruh dari 43 negara tersebut menyebutkan bahwa masalah yang terjadi di industri Semen adalah : Hak berserikat dan hubungan industrial yang memburuk, Rantai Subkontrak yang panjang dimana buruh dipekerjakan dengan status kontrak / outsourcing, Keselamatan dan Kesehatan bukan saja untuk buruhnya tetapi juga masyarakat sekitar pabrik, perubahan iklim dan minimnya jaminan sosial.

Buruh pabrik Semen dan masyarakat di sekitar pabrik semen (yang dalam tulisan ini saya wakilkan dengan Bu Patmi) sebenarnya berada dalam kondisi yang rentan. Kita, sebagai bagian dari gerakan rakyat yang lebih maju ditempatkan dalam posisi yang terjepit. Berhadapan. Saling konflik dan beradadalam kutub permusuhan. Padahal, dengan analisa ekonomi politik yang lebih jernih, kita sejatinya sama-sama sedang menjadi korban atas rakusnya korporasi yang berkehendak mengeruk kekayaan bumi ini.

Masyarakat sekitar pabrik dan buruh pabrik semen, adalah 2 pihak yang sama-sama dihisap sampai kering darahnya. Mereka, seharusnya kita dukung dan kita majukan cara berpikirnya dan kemudian kita dorong untuk menjadi kekuatan yang sama dan saling dukung. Bersatu dengan kepentingan yang sama tentu saja. Memecah belah dan menjadikan saling berkontradiksi adalah kemauan korporasi. Bisakah kita melakukannya?

Situasi yang mirip, juga saya alami ketika saya mendampingi buruh pabrik kertas, saya digugat oleh kawan-kawan WALHI kala itu (tahun 2005). Mendampingi buruh pabrik asbes yang menggunakan bahan baku berbahaya bernama asbestos, saya dihadapkan dengan masyarakat sekitar pabrik yang diprovokasi perusahaan. Bulan lalu, saya baru saja pulang dari Muara Enim, mendampingi perjuangan buruh-buruh di pertambangan batu bara dan saya tahu, kritik beberapa NGO terhadap penambangan sangat keras. Situasinya mirip bahkan sama persis.

Lalu, apa upaya kita untuk memajukan perjuangan ini dan menjadikan situasi ini menjadi sinergi bagi perjuangan kita? May day 2017, buruh untuk rakyat, adalah sebuah upaya untuk mendekatkan perbedaan itu menjadi tidak ada lagi, sampai kita bertemu pada kesimpulan yang sama : kita harus bersatu!