“KETIKA DUKA CITA MENERPA KARTINI”

 


Catatan Memperingati Hari Kartini.

21 April 2017, peringatan Hari Kartini. Selain puja-puji, setidaknya mari sisakan sedikit ruangan untuk mengenang bahwa perempuan, kaum yang diwakili perjuangannya oleh Kartini, masih hidup di bawah bayang-bayang duka lara. Entah itu sebagai petani, buruh atau istri buruh.

Ada beberapa siluet potongan-potongan gambar hitam putih, ketika berbicara mengenai perempuan dan buruh.

Beberapa bulan yang lalu, kita tertunduk duka sebab kematian seorang buruh perempuan bernama Widiati. Anggota FSPMI, aktif sebagai pengurus dan juga garda metal. Meninggal karena kanker serviks. Ini, tentu saja menjadi pukulan kita. Seorang perempuan luar biasa, aktif berserikat bahkan pengurus menghadapi kenyataan pahit. Pertanyaan kita pasti sama : bagaimana nasib jutaan buruh perempuan lain, yang kerja 12 jam, tanpa upah lembur, tidak berserikat? Pasti buruk sekali kondisi kerjanya. Mari berjanji, menjadikan kepergian Widiati sebagai prasasti untuk menghentikan ancaman atas kesehatan reproduksi buruh perempuan.

2 hari lalu, kabar duka juga datang dari Karawang. Rudiansyah (32), Buruh pabrik kertas, meninggal dalam kecelakaan kerja. Tergelincir dan kemudian terjepit roll mesin. Meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Ceritanya tak berhenti disitu, istrinya sedang hamil 7 bulan, mengandung anak pertamanya. Apa yang tersisa bagi istri Rudiansyah? Suaminya hanya buruh outsourcing yang tanpa jaminan. Ketika berita ini saya tulis, dari Muara Enim, Sumatera Selatan saya mendengar buruh pertambangan batu bara bernama Supardi meninggal tadi pagi, sepulang kerja shift 3. Semalam, masih bercengkrama dengan teman-temannya. Kita menduga, serangan jantung menyerangnya. Umurnya baru 40 tahun, memiliki 2 anak. Beban berat tentu menjadi milik istrinya.

Mari berjanji, menjadikan peristiwa yang menimpa Rudiansyah dan Supardi sebagai peringatan penting bahwa kematian buruh di tempat kerja, harus segera kita hentikan.

Di Jogja, saya mengenal Bu Siti. Mantan buruh pabrik asbes yang terpapar penyakit asbestosis. Paru-parunya sakit. Tak satupun dokter Indonesia memiliki keberanian politik menyatakan sakitnya karena asbestosis. Sekarang, Bu Siti sudah terPHK dari pabrik dan tanpa jaminan apapun untuk hidupnya. Masih sanggup berjanji untuk melindungi agar Bu Siti lain tak kita temukan?

Hari ini, Peringatan Hari Kartini. 7 hari lagi, kita akan memperingati International Workers’Memorial Day, sebuah hari untuk mengenang buruh-buruh yang meninggal di tempat kerja. 9 hari lari, May Day akan kita peringati. Mudah dan sangat mudah untuk mencari rantai penghubung menyambungkan berbagai momentum itu menjadi sebuah tema peringatan. Ada 1001 satu alasan untuk menjadikannya masuk akal.

Meski, sebenarnya kita hanya butuh satu alasan saja untuk memastikan kematian demi kematian di tempat kerja bisa kita hentikan.

Hormatku untuk Widiati (alm), Istri Rudiansyah, Istri Supardi dan Bu Siti dan jutaan perempuan lain. Selamat Hari Kartini, seka air mata dan mari bicara!


Stand Up, Speak Up, Come Home!

Mari berjanji…