KETIKA PARA ORATOR MENGHASUT MASSA!



Menjadi orator, dalam sebuah aksi massa itu seperti tukang kipas pada warung sate. Mempertahankan bara api dari tempurung kelapa yang nyala, tetap panas dan tidak padam. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya sate setengah matang yang tidak kunjung matang karena api keburu padam ?

Menjadi orator dalam sebuah aksi dengan sekumpulan massa itu, seperti pemantik api dalam proses penyalaan sebatang cerutu. Menyala dan tembakau terbakar perlahan. Asapnya, akan mengaliri seluruh ruangan. Seperti itu rasanya. Pernah merasakan kehilangan korek api ketika kau sudah mencabut sebatang cerutu? Rasanya seperti hidup tanpa kemudi, meskipun cerutumu sebungkus penuh, hambar rasanya.

Menjadi orator bagi sekumpulan massa aksi itu, seperti menambahkan garam pada sayur sop di pagi hari. Secukupnya saja sebab berlebih justru akan membuatnya keasinan dan tidak ada yang menyentuh masakanmu. Tapi, jangan juga pelit propaganda, sebab hambar dan orang memilih berteduh di bawah pohon akasia.

Berorasi dalam sebuah aksi massa, itu seperti menabuh gendang pada sebuah pertunjukkan tari kuda lumping, perlahan saja diawalnya, naikkan ritmenya dan kemudian puncaknya kita tabuh sedemikian rupa sekerasnya, agar gerak ritmis penari, semburan air bunga nan mistis itu menemukan keharusannya.

Menjadi orator itu, selayaknya menjadi penghasut. Dia beradu propaganda dengan selebaran milik HRD atau Menteri Tenaga Kerja dan himbauan kosong dari Ketua DPR. Menghasut massa, berperang propaganda tetapi bukan caci maki penuh cerca. Dia harus memberikan sebuah arah baru, harus memberikan pendidikan terpadu, itulah sebabnya harus rajin membaca.


Panjang umum para penghasut. Panjang umur para pembangkang!

Hari-hari kedepan, tugas itu semakin berat sejak Perpu Ormas diundangkan oleh Presiden.