Buruh Perempuan dan Cuti Haid

 


Studi yang dilakukan oleh American Congress of Obstetricians dan Gynecologists, menyatakan bahwa lebih dari setengah dari perempuan yang sedang menstruasi/haid mengalami rasa sakit selama satu sampai dua hari setiap bulan. Rasa sakit yang dialami ini kemudian disebut Dismenore.

American Academy of Family Physicians menyatakan Dismenore yang dialami perempuan 20 persen cukup parah, dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Karena itu perempuan yang menderita dismenore saat massa haid akan sulit untuk berkonsentrasi saat melakukan pekerjaan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) telah mengatur tentang cuti haid untuk pekerja/buruh perempuan. Pasal 81 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid, merasakan sakit, dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Kemudian dalam Ayat (2) dijelaskan terkait pelaksanaan teknis yang menyatakan bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

“Yaa bagaimana bisa bekerja dengan konsentrasi penuh sedangkan kami (perempuan) harus menahan perih yang teramat melilit saat kami sedang mengalami haid.” ujar Heti, buruh perempuan di pabrik garmen. Kemudian ia mengungkapkan bahwa sulitnya ia mendapatkan hak cuti haid bukan karena ia dan kawan-kawan yang sepenanggungan tidak mengetahui tentang adanya cuti haid, ini merupakan dampak dari UUK yang sangat liberal, sehingga negara tidak memberikan perlindungan afirmatif terhadap buruh perempuan untuk mengambil hak cuti haid. Implikasi di pabrik adalah kesulitan yang dialami oleh kami ketika akan menjalankan cuti haid.

Liberalisasi aturan hukum tersebut, pada gilirannya menempatkan buruh perempuan yang lemah untuk berhadapan secara langsung (face to face) dengan pengusaha; baik ketika menandatangani perjanjian kerja, pertauran perusahaan (PP), atau menegosiasikan perjanjian kerja bersama (PKB) sebagaimana disyaratkan oleh UUK.

Di lain sisi, dengan membuat prosedur yang rumit, intimidasi, pemotongan upah, pemotongan insetif, dan upaya lainnya, perusahaan selalu menggunakan semua perangkat yang dimilikinya untuk menghambat upaya buruh perempuan yang akan menggunakan cuti haidnya.