Darurat Outsourcing di BUMN!



Jakarta, 27 Februari 2018 -Tanggal 11 Maret 2018, genap 5 tahun usia perjuangan Geber BUMN mengadvokasi pelanggaran ketenagakerjaan di perusahaan BUMN dan belum menemukan penyelesaiannya yang substantif. Meski Pemerintah dan Panja Komisi IX DPR RI sudah menyepakati akan pelaksanaan rekomendasi Panja OS BUMN, namun perusahaan-perusahaan BUMN tetap tak bergeming. Perusahaan-perusahaan negara ini terus bermanuver dan terus mencari pembenaran bersama segenap oknum di pemerintahan di kedua kementrian (BUMN dan Ketenagakerjaan) guna memoderasi esensi pelaksanaan rekomendasi.

Akibatnya, hak-hak pekerja buruh outsourcing di BUMN untuk dapat hidup layak pun semakin menjauh. Praktik hubungan kerja yang menyimpang, penganiayaan hak-hak normatif pekerja serta kebebasan berorganisasi dan berserikat menjadi terus terancam. Bahkan kini, “spektrum” nya meluas, seiring munculnya kasus kasus baru dan perlakuan kesewenang-wenangan yang tampak nyata dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara melalui “kaki-kaki tangannya” yang teridentifikasi sebagai vendor.

Pasca dikeluarkannya rekomendasi Panja di tahun 2013, mestinya kasus ketenagakerjaan di BUMN khususnya outsourcing, bisa terselesaikan. Faktanya, praktik hubungan kerja yang menyimpang itu cenderung malah terus mengekploitasi hak-hak pekerjanya secara masif. Kepastian kelangsungan kerja yang kerap dikebiri, kontrak kerja yang terus berulang-ulang dengan jangka waktu yang pendek, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja tidak diprioritaskan hingga upah dan jam kerja yang timpang. Belum lagi soal adanya diskriminasi. Pemberian fasilitas kesehatan, dan uang jasa bonus yang berbeda misalnya. Efeknya, PHK pun seringkali dan mudah terjadi, baik secara sepihak ataupun “dikondisikan”.

Terbaru, perusahaan BUMN malah menciptakan model baru di soal kontrak kerja bagi pekerja outsourcingnya yaitu pekerja permanen (tetap) tapi berdurasi 5 tahun, sesuai usia ataupun kelangsung dari proyek yang didapat. Perusahaan BUMN sudah menciptakan “aturan” diluar undang-undang ketenagakerjaan yang ada. Korban PHK serta pelanggaran hukum Ketenagakerjaan lainnya terdata oleh Geber BUMN, mencapai ribuan orang.

Dari keseluruhan BUMN yang dicermati oleh Geber BUMN, para korban berasal dari puluhan perusahaan BUMN seperti PLN, Krakatau Steel, Pertamina, Telkom, PGN, Jasa Marga, Pelino 2 dan 3, Perum PPD, Indofarma, Garuda Indonesia, Pupuk Kaltim, BPJS Ketenagakerjaan, Petro Kimia, Bank Mandiri, BRI, BNI, POS Indonesia, Sucofindo, dan KAI.

Data Geber BUMN ini masih bisa berubah, sejalan dengan banyaknya aduan buruh outsourcing yang masuk. Ribuan korban yang terdata bukanlah hal yang main-main. Korban dari Perum PPD sejumlah 60 orang, Awak Mobil Tangki PERTAMINA di 10 Depot mencapai 1.095 orang, PELINDO 2 Jakarta mencapai ± 150 orang, PELINDO 3 Surabaya mencapai ± 23 orang, PERTAMINA Blok Cepu Jawa Tengah mencapai ± 20 orang, dan masih banyak aduan yang datang dari buruh di Perusahaan BUMN lainnya.

Selain PHK massal dan sepihak berikut penghentian dan penolakan atas hak normatifnya, dampak dari penerapan outsourcing pun berlanjut ke minimnya perlindungan keselamatan kerja serta jaminan sosialnya. Temuan adanya korban kecelakaan kerja yang terus berlangsung khususnya yang meninggal dunia, pertanda outsourcing di BUMN bukan saja marak pelanggaran, tapi sekaligus sarat akan Bencana!!! Kejadian kecelakaan kerja di wilayah PLN Ciracas – Jakarta Timur, PLN Pontianak, dan kecelakaan mobil tangki Pertakina yang memakan korban jiwa cukup merepresentasikan hal tersebut.

Penanganan outsourcing di BUMN, perlu segera mendapatkan kesungguhan perhatian dari Negara. Apalagi, Presiden Jokowi pun sudah bervisi soal pelarangan alih tenaga kerja di BUMN ketika semasa pencapresannya kemarin. Jokowi pun semasa menjadi Gubernur DKI Jakarta memberikan atensi berupa nota surat dinas ke Menteri BUMN sebelumnya (Dahlan Iskan) agar untuk diselesaikan. Namun, hingga mendekati akhir masa ke-presidenannya ini, permasalahan pelanggaran ketenagakerjaan di BUMN belum tersentuh oleh jajaran pejabat dikabinetnya.

Setali dengan pemerintah, DPR pun lamban berrinisiatif untuk menuntaskan atas REKOMENDASI Panja yang telah dikeluarkannya untuk soal outsourcing di BUMN. Padahal, cukup tegas dinyatakan di pasal 74 UU No. 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, bahwa ayat 2 menetapkan setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR. DPR sebagai wakil rakyat seharusnya dapat berperan aktif untuk membela kepentingan buruh BUMN.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) soal outsourcing BUMN pada 7 Februari 2018 kemarin, lagi-lagi berkesimpulan akan memanggil Menteri BUMN dan Menteri Tenaga Kerja untuk penyelesaian yang komprehensif atas masalah ini melalui mekenisme rapat kerja gabungan lintas komisi. Padahal, kehendak melakukan RAKERGAB dan memanggil menteri ini sudah pula tercetus di kesimpulan rapat pada RDPU di 4 Desember 2014 lalu. Komisi IX saat itu menegaskan RAKERGAB akan dilaksanakan pada Masa Sidang II Tahun Sidang 2014-2015. Artinya, Hampir 4 tahun dari masa penugasannya, DPR tidak mampu mengelola dan menjalankan kegiatan di internalnya.

Penanganan bersifat kedaruratan di soal outsourcing BUMN ini perlu diambil oleh negara, baik Presiden maupun DPR (Pimpinan). Dalam masa Pemerintahan SBY, Menteri BUMN sudah menyatakan siap melaksanakan 12 Rekomendasi Panja Outsourcing BUMN. Namun setelah pemerintahan berganti, Pemerintahan Jokowi-JK belum melakukan apa pun terkait Rekomendasi Panja Outsourcing. Seharusnya Pemerintahan Jokowi-JK tinggal menjalankan Rekomendasi Panja OS dan menjelang akhir periode pemerintahannya, permasalahan outsourcing merupakan permasalahan yang darurat yang harus dituntaskan oleh Pemerintahan Jokowi-JK.

Oleh karena itu, GEBER BUMN menuntut dan meminta kepada Presiden Jokowi, Kementerian BUMN dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta DPR untuk:

1. Segera jalankan rekomendasi Panja OS BUMN Komisi IX DPR RI dan hapuskan sistem kerja outsourcing di BUMN;

2. Angkat pekerja outsourcing menjadi pekerja tetap di BUMN, bayarkan hak-hak normatifnya serta hentikan

pemberangusan serikat di BUMN;

3. Wujudkan Tim Percepatan Penyelesaian OS BUMN dengan SK Bersama Dua Kementerian (KemenBUMN dan

Kemnaker) dengan melibatkan GEBER BUMN;

4. Pengambilalihan penanganan permasalahan outsourcing BUMN oleh Presiden secara langsung; dan

5. Segera wujudkan RAKERGAB guna menuntut pertanggung-jawaban Presiden, Kementerian BUMN, dan

Kementerian Ketenagakerjaan terhadap permasalahan outsourcing di BUMN.


Jakarta, 27 Februari 2018.

Hormat Kami,

Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (GEBER BUMN)