Dampak Pembangunan yang Memprihatinkan


Yogyakarta – Pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan di berbagai daerah di Indonesia oleh rezim pemerintahan ini tentunya berdampak pada tergerusnya lahan pertanian yang ada. Tidak terkecuali yang dialami oleh lahan pertanian produktif yang ada di 6 desa yang berada di Kecamatan Kulon Progo, akibat dari alih fungsi lahan untuk pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA).

“Kita sebagai petani yaa taunya menanam, tapi giliran kita menanam malah diusir !” Ungkap Widodo, sebagai petani terdampak pembangunan NYIA. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa pembangunan yang diproyeksikan menjadi ‘Kota Bandara’ ini sebenarnya tidak untuk kepentingan umum, melainkan hanya segelintir orang saja yang akan menikmati dampak dari pembangunan NYIA. “Katanya akan disediakan rumah hunian untuk warga terdampak, terus kita hidup hanya untuk tidur di rumah itu saja ? Sawah kita jadi bandara, terus bagaimana kita hidup ? Sedangkan kemampuan kita yaa hanya bertani.” Tegas Widodo, pada acara diskusi terbuka dengan tema ” UU No 2/2012: Dalih Perampasan Lahan Dalam Pembangunan Infrastruktur” Kamis (27/4) bertempat di Teatrikal Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ada beberapa hal yang membuat Negara masif mengkampanyekan pembangunan infrastruktur ini. Salah satunya menurut Happy Widiatmoko, selaku SERBUK Indonesia adalah untuk memenuhi janji terkait dengan pembukaan lapangan kerja baru. “Banyak proyek berarti banyak lapangan pekerjaan baru yang terbuka. Tetapi pada kenyataannya, dalam tiga tahun terakhir di sektrok konstruksi hanya menyerap sedikit tenaga kerja. Di tahun 2015, tenaga kerja konstruksi di 7,72 juta jiwa, dan penyerapan di tahun 2016 menjadi 7,71 juta jiwa, sedangkan tahun 2017 hanya 7,16 juta jiwa.” Jelasnya.

Setiap tahun di Indonesia terjadi konversi lahan persawahan menjadi infrastruktur sekitar 1 juta hektar. “Ketika itu terjadi maka tiap tahun ada pengurangan jumlah kaum tani, yang kemudian beralih menjadi buruh karena tidak ada tanah yg digarap. Terjadi lonjakan pengangguran sehingga nilai tawar tenaga kerja merosot drastis.” Jelas Korwil SERBUK Indonesia di Jogja.

Proyek infrastruktur yang diproyeksikan ini akan berdampak panjang sekitar 10-15 tahun mendatang. Tetapi skema itu dari 1994, pada kenyataannya bahwa angka kesejahteraan tidak terkerek naik secara signifikan. Disamping angka pengangguran yang tinggi dan nilai tawar angkatan kerja rendah. Angka Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) cenderung turun, karena dalam percepatan pembangunan ini aspek K3 diabaikan. Utamanya bagi para pekerja di sektor konstruksi dalam tiga tahun ini kenaikan angka kecelakaan kerja 20% pertahun. “Jadi, apa yg disampaikan Negara terkait pentingnya infrastruktur ini dampak nyatanya bagi kaum buruh malah memprihatinkan.” Tegas Happy.