Mengenang Buruh Tewas di Tempat Kerja, Pidanakan Pengusaha Penyebab Kecelakaan Kerja!

 


Pernyataan Sikap Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).

Sabtu, 28 April 2018,

Malaikat kematian terus mengintai buruh yang tengah bekerja. Buruh Indonesia masih memperingati International Workers’ Memorial Day (IWMD) atau Peringatan Hari Buruh yang Tewas Bekerja 2018 di bawah langit mendung kondisi kerja mematikan.

Maman baru berumur 25 tahun ketika ia meregang nyawa akibat kecelakaan kerja di proyek pembangunan Jembatan Tol Bocimi, Caringin, Bogor, Jawa Barat pada September 2017. Kegagalan konstruksi membuat jembatan ambruk dan menimpanya. Februari lalu, empat buruh tewas seketika dalam kecelakaan pembangunan rel kereta api di Jatinegara, Jakarta. Perusahaan BUMN, yang seharusnya menjadi contoh model bisnis, malahan menjadi sumber kecelakaan kerja. Di sektor konstruksi garapan perusahaan pelat merah, ada 13 kecelakaan kerja dalam 10 bulan terakhir. Di sektor swasta, tahun 2017 menorehkan catatan kelam 47 buruh tewas mengenaskan akibat ledakan pabrik petasan.

Angka kecelakaan kerja terus meningkat. Pada 2017, kecelakaan kerja meningkat 20 persen menjadi 123 ribu. Artinya, setiap jam terjadi 14 kecelakaan menimpa buruh. Data itu baru berdasarkan laporan resmi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Padahal, BPJS baru mencakup 22 juta (Mei 2017) dari 131 juta (Data BPS Februari 2017) angkatan kerja.

Kondisi buruh migran Indonesia di luar negeri tidak kalah mematikan. Jaringan Buruh Migran Indonesia mencatat 217 buruh migran tewas sepanjang 2017 ketika mencari nafkah. Dari jumlah itu, 62 pekerja berasal dari salah satu provinsi termiskin, Nusa Tenggara Timur.

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) melihat kecelakaan kerja memiliki berbagai akar persoalan. Namun, salah satu persoalan yang paling mendesak terletak pada Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Undang-undang itu tidak memuat sanksi pidana yang tegas.

Tidak adanya sanksi hukum membuat kepolisian hanya menerapkan pasal 359 KUHP tentang kesalahan yang menewaskan orang lain pada Direktur Operasional PT Panca Buana Cahaya Sukses, Andri Hartanto. Pasal dengan hukuman maksimal 5 tahun ini terbukti hanya memberikan sanksi 2 tahun 6 bulan pada Asisten Supervisor PT Iwatani Industrial Gas Indonesia Andi Hartanto yang divonis bersalah karena menyebabkan 62 buruh tewas dalam kasus ledakan di PT Mandom pada Juli 2015.

Tidak adanya sanksi hukum yang jelas dan kaut ini menyebabkan pengusaha dengan mudahnya mengabaikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Pengusaha mengesampingkan lingkungan kerja yang aman demi mendulang laba dan mengejar waktu.

Selain itu, tidak adanya sanksi tegas juga membuat tidak ada efek jera bagi para pengambil kebijakan di tingkat perusahaan. Alhasil, pembuat kebijakan cenderung menciptakan sistem yang rentan menyebabkan kecelakaan kerja dengan dukungan atau pembiaran baik secara langsung atau tak langsung dari pengawas pemerintah ataupun sistem manajemen perusahaan. Sementara, sanksi pemberhentian pada pejabat tertentu menimbulkan kesan seolah persoalan keselamatan kerja ada pada kesalahan satu dua orang semata, bukan para pengambil kebijakan secara sistemik. Contohnya, PT Waskita Karya hanya melakukan perombakan jajaran direksi dan komisaris untuk menyikapi rentetan kecelakaan kerja di perusahaan negara tersebut.


Untuk menykapi hal itu, KPBI mendesak:

Perbaiki Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sanksi 100 ribu dan denda tiga bulan tidak cukup untuk membuat jera pengusaha abai pada keselamatan kerja. Selain itu, UU K3 tersebut tidak tegas memberikan perlindungan buruh yang menderita penyakit akibat kerja.

Jatuhkan sanksi pidana untuk perusahaan-perusahaan yang melanggar K3. Sanksi pidana patut didapatkan bagi para pengusaha yang menyebabkan buruhnya meninggal.

BUMN wajib menjadi contoh dalam menerapkan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi buruh. Jangan jadikan laba dan kejar target sebagai tujuan utama yang mengorbankan nyawa buruh.

Menyerukan pada seluruh masyarakat untuk mengenang korban-korban yang meninggal di tempat kerja. Para buruh meninggal untuk menggerakan roda-roda ekonomi mulai keluarga hingga negara.