PIALA DUNIA RUSIA, STADION, DAN DERITA BURUH KONSTRUKSI

 


Selain Tim Sepak Bola yang hebat, para pemain bintang dengan segudang kemewahan prestasi, gelaran Piala Dunia 2018 di Rusia juga mempertontonkan megahnya stadion sebagai arena laga memperebutkan kemenangan. Piala Dunia 2018 di Rusia menggunakan 12 stadion megah yang berlokasi di 11 kota, diantaranya adalah Moskow, St Petersburg, Kazan, dan Sochi. Sebelum digunakan untuk menggelar pertandingan Piala Dunia 2018, stadion-stadion ini sempat digunakan sebagai ajang Piala Konfederasi. Kejuaraan yang berlangsung selama dua pekan itu mempertemukan semua timnas jawara dari setiap benua, juara piala dunia terakhir, dan tentu saja Timnas Rusia sebagai tuan rumah.

Piala Dunia memang menjadi ajang olah raga paling bergengsi, bukan saja mempertaruhkan Timnas Sepak Bola terbaik dari 32 negara yang lolos kualifikasi panjang, tapi juga mempertaruhkan gengsi bagi negara penyelenggara. Pertaruhan memperebutkan posisi tuan rumah, selalu diwarnai drama yang melibatkan emosi, lobi politik, dan juga uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Bahkan, tudingan sogok dan suap terhadap FIFA yang memiliki otoritas untuk menentukan siapa yang berhak menjadi tuan rumah selalu merebak.

Bagi FIFA, penyelenggaraan Piala Dunia setiap 4 tahun juga merupakan momentum mengeruk banyak keuntungan finansial. Sumbernya tentu saja sponsor, iklan, dan monopoli hak siar televisi di seluruh dunia. Faktor inilah yang menyebabkan FIFA menjadi induk organisasi olah raga terkaya di dunia saat ini.

Tapi, ketika kita memasuki stadion yang megah tersebut, menjadi bagian dari pentas sepak bola yang menyihir, berteriak histeris untuk para pemain dengan bayaran mahal itu, sejatinya kita sedang berpesta di atas air mata dan darah pekerja konstruksi. Stadion-stadion di Rusia, dibangun oleh buruh konstruksi yang berasal dari berbagai negara di Afrika dan Asia; Korea Utara, termasuk negara yang cukup banyak memasok imigran untuk proyek infrastruktur tersebut.

Sebagaimana dilaporkan oleh Sindonews.com, sebelum pesta Piala Dunia digelar, seorang pekerja di Zenit Arena ditemukan tewas dalam kontainer. Para buruh konstruksi dari Korea Utara itu dipaksa untuk istirahat dan tidur di dalamnya. Data lain menyebutkan bahwa empat buruh konstruksi lainnya juga telah tewas di lokasi pembangunan stadion Piala Dunia Rusia 2018 sejak Agustus 2016.

Selain menempati tempat yang tidak layak untuk tidur, para buruh juga dibayar sangat murah, kisaran upahnya hanya 9 Poundsterling untuk kerja selama 17 jam per hari. Selain itu, seperti dilaporkan The Sun, diketahui juga setidaknya ada 110 warga Korea Utara yang bekerja keras di Zenit Arena, St. Petersburg, untuk menyelesaikan pembangunan stadion berkapasitas 68 ribu tempat duduk tersebut.

Para buruh migran tersebut, tidak mendapatkan hak untuk libur, cuti, dan upah yang layak, serta jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Selain tidak mendapatkan hak yang semestinya, buruh konstruksi juga mengalami kecelakaan kerja yang berakibat kematian. Penyebabnya ada yang tersengat arus listrik, terjatuh dan terbentur beton, dan meninggal karena kelelahan serta serangan jantung.

Sekretaris Jenderal Building and Woodworkers’ Internaional Global Union Federation (BWI), Ambet Yuson menyatakan bahwa BWI (sebagai Serikat Buruh Global Sektor Konstruksi) telah melakukan berbagai upaya untuk mendesak FIFA dan otoritas penyelenggara Piala Dunia agar mematuhi konvensi internasional untuk menjamin hak-hak buruh konstruksi dalam pembangunan stadion Piala Dunia. BWI memimpin kampanye bertajuk RED CARD FOR FIFA untuk mendesak agar FIFA memenuhi hak-hak dasar para buruh konstruksi. Kampanye ini akan terus dilangsungkan hingga pelaksanaan Piala Dunia 2022 di Qatar.

Jadi, ketika kita memasuki stadion, berdiri untuk mendukung timnas yang berlaga, berteriak histeris untuk mega bintang sepak bola, merayakan gol yang menjebol gawang, selalu ingatlah bahwa semua itu hadir dalam kemegahan yang dibangun atas darah, keringat, dan air mata buruh konstruksi.

Mari berkhidmat untuk tim yang menang dan tundukkan kepala sejenak untuk bertakziah menziarahi mereka yang menjadi martir ketika stadion dibangun. (khi)