SEPIRING UDANG DI MEJA MAKANMU, ITU KERJA SIAPA?

 

Apa yang menghubungkan antara perjuangan serikat buruh dengan konsumen? Pertanyaan itu mengawali sebuah talk show di Radio Pelita Kasih (RPK) , 96,3 FM Jakarta. Sepintas, keduanya merupakan hal yang terpisah dan tidak berhubungan. Tapi, sejatinya, keduanya merupakan sebuah relasi yang dekat, sangat dekat bahkan.

Pembicara dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Eva menjelaskan bahwa YLKI berkepentingan untuk memastikan konsumen mendapatkan haknya berupa produk olahan yang berkualitas dan tidak membahayakan. “Jadi, kita menekankan agar konsumen tidak dirugikan, baik karena kualitas produk atau adanya kandungan berbahaya dalam sebuah produk, apalagi produk makanan,” tutur Eva. Lebih lanjut Eva menjelaskan bahwa produk yang berkualitas tersebut, dihasilkan oleh kerja buruh di pabrik.

Menanggapi pernyataan Eva, Direktur Institute Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS) Domin Damayanti mengatakan bahwa buruh menempati posisi yang sangat penting dalam sebuah rantai produksi. “Sebut saja dalam pengolahan makanan hasil olahan udang. Di pabriknya, buruh-buruh perempuan bekerja dengan sangat serius untuk memastikan hasil olahannya layak konsumsi,” ujar Domin. Terkadang, menurut Domin, kondisi buruh di tempat kerja sangat tidak sebanding dengan harga hasil produksinya. “Bahkan, kadang-kadang upah buruh tak mampu membeli barang yang diproduksinya,” lanjut Domin.

Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Khamid Istakhori menjelaskan bahwa serikat buruh memiliki setidaknya tiga tugas penting terkait dengan konsumen. “Pertama, Serikat buruh harus mampu mengajak konsumen untuk paham bahwa sepiring udang yang ada di meja makannya, telah melalui perjalanan panjang. Bisa jadi, puluhan bahkan ratusan buruh terlibat dalam pengolahannya,” jelas Khamid. Menurut Khamid, setelah mengedukasi konsumen, serikat buruh harus mampu memberitahukan pada konsumen tentang kondisi kerja di pabriknya sehingga mereka menjadi respek terhadap buruh. “Itu merupakan tiga hal yang penting untuk terus dilakukan sehingga lahir rasa menghargai terhadap jerih payah buruh,” tegas Khamid.

Eva menjelaskan bahwa konsumen merupakan rantai terakhir dari sebuah proses produksi, mereka memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan berbagai respon atas kondisi buruh. “Sebagai rantai terakhir dalam proses produksi makanan, konsumen bisa memberikan respon positif untuk mendesak perusahaan agar tidak abai terhadap buruh,” jelas Eva. Respon konsumen pada gilirannya akan memberikan dampak terhadap citra perusahaan. “Apabila perusahaan abai terhadap respon konsumen, akan menjadikan citra perusahaana menjadi buruk,” tegas Eva.

Khamid menegaskan bahwa sebagian besar kondisi buruh di tempat kerja masih sangat buruk. Buruknya kondisi kerja tersebut karena banyak faktor, salah satunya sistem Pengawasan Ketenagakerjaan yang lemah. “Kementrian Ketenagakerjaan yang lambat memberikan pengawasan atas buruknya situasi di tempat kerja. Kondisi ini membuat buruh bekerja dalam lingkungan kerja yang buruk dan membahayakan,” kata Khamid. Menurutnya, dalam situasi lemahnya pengawasan dari pemerintah, serikat buruh dapat berkolaborasi dengan gerakan konsumen untuk memberikan desakan agar perusahaan menghormati hukum. “Ketika konsumen bekerja bersama serikat buruh untuk mengkampanyekan hak-hak dasar buruh untuk mendapatkan upah layak, kondisi kerja yang aman, status hubungan kerja yang adil, dan kebebasan untuk berserikat, harapannya perusahaan menjadi lebih hormat atas hak buruh,” jelas Khamid.