Koran dan Persepsi Publik

Berita tidak dibentuk dalam ruang kosong. Berita yang disajikan melalui media massa diwarnai, didominasi, dan bahkan dikuasai oleh satu ideologi.

Ditulis oleh: Khamid Istakhori

Di tengah pertarungan media digital sekarang ini yang cukup seru, koran sebagai salah satu media informasi masih tetap menguasai para pembaca setianya. Sebut saja; Aksi-aksi besar buruh nyaris tidak pernah menghiasi halaman utama Kompas. Tapi lain cerita dengan perhelatan besar IMF-WB di Bali yang dibahas berminggu-minggu lamanya.

Persepsi publik sangat dipengaruhi oleh berita di media massa. Matthew Kieran menyatakan bahwa berita tidak dibentuk dalam ruang kosong. Berita yang disajikan melalui media massa diwarnai, didominasi, dan bahkan dikuasai oleh satu ideologi. Ideologi itu, pada akhirnya akan menentukan bagaimana sebuah peristiwa dilihat, dibingkai, dan diletakkan; menentukan bagaimana sebuah berita disajikan.

Perkembangan teknologi memberikan lebih banyak kemudahan kepada khalayak untuk mengakses berita melalui media yang sesuai dengan keinginannya. Sekarang, orang bisa dengan gampang mendapatkan informasi melalui televisi, internet, radio, atau media cetak. Meskipun mengalami penurunan yang signifikan, menurut survey Nielsen Consumer & Media View (CMV), media cetak masih menjadi pilihan bagi hampir 4,7 juta dari total 9,8 juta total pembaca media massa di Indonesia.

Lebih lanjut, Nielsen mengungkapkan bahwa dari 4,7 juta pembaca media cetak tersebut, koran menempati peringkat pertama dengan porsi 83%, tertinggi bila dibandingkan dengan tabloid dan majalah. Data ini mengonfirmasi bahwa koran memiliki sebanyak 3,9 juta pembaca.

Direktur Eksekutif Nielsen Media Indonesia Hellen Katherina menjelaskan bahwa 54% pembaca koran adalah para pimpinan organisasi berpengaruh dan pengambil keputusan di Indonesia. Mereka berasal dari kalangan politisi, ekonom, birokrat, pengusaha, petinggi militer dan kepolisian, serta tokoh agama. Sementara, pembaca yang berasal dari kalangan menengah sebesar 40%, dan hanya 6% dari kalangan bawah. Dengan pengaruh dan kekuasaannya yang besar, para tokoh itu sejatinya merupakan penentu arah kebijakan negeri ini.

Selain sebagai media yang menjadi rujukan bagi para tokoh papan atas di lingkar kekuasaan, koran juga masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat di luar Jawa. Data yang dirilis oleh Nielsen menunjukkan bahwa di Makassar terdapat 80% masyarakat mengakses informasi melalui koran. Data ini berbanding lurus dengan kebiasaan masyarakat di Solo pada angka 54%. Umumnya, mereka mengakses berita lokal melalui koran karena masih terbatasnya jaringan internet.

Hellen menyampaikan tiga alasan utama pembaca menjatuhkan pilihan pada koran. Pertama, nilai berita yang disajikan koran lebih dapat dipercaya, ada tangan-tangan editor yang bekerja secara berlapis memastikan keabsahan berita. Kedua, koran dianggap mampu menyajikan informasi yang tidak begitu terdistorsi. Ketiga, berita koran diyakini lebih aman dari muatan hoaks, dibandingkan dengan media massa online yang sulit membedakan antara hoaks atau nyata.

Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Arif Budi Susilo menjelaskan bahwa media cetak –khususnya koran– memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan media online . “Media cetak dan online akan saling bersinergi dan tidak akan saling caplok karena konsep dan segmen keduanya tidak sama, “ ujar Arif. Menurutnya, ketika media online menyampaikan berita secara cepat dan singkat, koran punya kelebihan lain, yakni mampu menyampaikan informasi secara lebih lengkap, kontekstual, dan tuntas. Kelebihan-kelebihan ini, menjadikan koran memiliki pengaruh yang lebih kuat; mampu menanamkan kesan yang lebih mendalam bagi pembacanya.

Jadi, ungkapan yang menyatakan bahwa koran telah memasuki senja kala –karena jumlah pembacanya menurun drastis– rasanya perlu dikoreksi ulang. Sebab, di negeri ini, masih ada jutaan kepala manusia yang persepsi dan keputusan penting dalam hidupnya dipengaruhi oleh teks berita koran. Termasuk para politisi!