MEMAHAMI UPAH BURUH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

 
Aksi May Day KPBI TOLAK UPAH MURAH untuk Buruh

Pengantar:

Artikel berikut merupakan paparan mengenai upah. Berbagai hal mengenai upah akan disajikan secara berseri mulai hari ini hingga beberapa minggu ke depan. Tulisan mengenai upah ini, merupakan makalah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian mata kuliah Hukum Perburuhan yang ditulis oleh lima Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Jakarta yaitu: Debby Thalita Nabila P, Devy Kusuma Wati, Fitriah, M Arif Hidayah, Surti Handayani.

Atas ijin mereka, para mahasiswa tersebut, materi ini dimuat di website resmi SERBUK Indonesia sebagai bahan belajar bersama. Saat ini, kami merasakan masih sangat jarang Mahasiswa yang bersedia melakukan penelitian terkait dengan hukum perburuhan. SERBUK Indonesia, tentu saja memberikan penghargaan besar atas upaya ini. Beberapa bagian tulisan yang menyebutkan nama perusahaan, nama responden, dll sengaja disamarkan untuk menghindari permasalahan-permasalahn hukum.


Silakan mendiskusikan tulisan berseri mengenai upah, semoga mencerahkan.

Salam, Redaksi.


Seri 1:

Bicara Upah Buruh

Apa itu upah?

Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) dan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan (selanjutnya disebut PP Pengupahan) mendefinisikan upah sebagai “hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

Pada pasal tersebut, terlihat setidaknya ada 5 unsur definisi upah, antara lain:

hak pekerja/buruh;

diberikan dalam bentuk uang;

termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya;

diberikan sebagai imbalan dari pemberi kerja atas pekerjaan dan/atau jasa yang dilakukan pekerja/buruh;

penetapan besaran dan pembayarannya berdasarkan perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan;

Singkatnya jika ditarik dalam kerangka hubungan hukum antara pekerja dengan pemberi kerja, maka akan terlihat suatu hak dan kewajiban yang mereka pikul masing-masing. Dalam hal ini, pekerja berdasarkan perjanjian kerja dengan pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melakukan suatu pekerjaan dan/atau jasa, sehingga menimbulkan kewajiban bagi pihak lain yaitu pemberi kerja untuk memberikan suatu imbalan kepada pekerja yang mana imbalan ini secara otomatis menjadi hak bagi pekerja. Jadi, pemberi kerja berhak mendapatkan hasil pekerjaan dan/atau jasa yang dilakukan pekerja, serta pekerja itu sendiri berhak atas imbalan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja atas pekerjaan dan/atau jasa yang ia lakukan tersebut.

Kenapa perlu ada pengupahan?

Berangkat dari pengertian upah yang diberikan UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa di mana ada buruh, di situ ada upah. Pengupahan sendiri ialah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan. Ada pekerja, maka ada pula upah yang harus di bayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerja/buruh. Pengupahan menjadi faktor penting, karena dengan upah yang diperoleh tersebut dapat menjamin kesejahteraan kaum pekerja/buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Selain sebagai balas jasa, pengupahan sendiri juga dapat menjadi pemacu ketertarikan para tenaga kerja untuk masuk dan ikut serta menjadi bagian dari perusahaan tersebut, pengupahan mampu memotivasi pekerja/buruh untuk terus melakukan sesuatu yang terbaik dan membuat inovasi-inovasi terbaru.

Selain itu, pengupahan juga berkaitan dengan perlindungan bagi pekerja. Perlindungan terhadap pekerja menjadi salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan, yang mana hal ini tertulis dalam konsideran huruf d UU Ketenagakerjaan. Bahwa, “perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dassar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkambangan kemajuan dunia usaha”. Serta dalam hal perlindungan pekerja, Prof. Imam Soepomo membaginya dalam 3 (tiga) bidang, antara lain:

Ekonomi, berupa penghasilan yang cukup;

Sosial, berupa jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berorganisasi dan berserikat;

Teknis, berupa jaminan keamanan dan keselamatan kerja.

Terlihat bahwa salah satu tujuan dilakukannya perlindungan terhadap pekerja adalah untuk menjamin hak-hak dasar pekerja. Jika dikaitkan dengan pengertian upah tersebut diatas yaitu bahwa upah adalah hak pekerja, serta dikaitkan dengan pembagian bidang perlindungan pekerja menurut Prof. Imam Soepomo bahwa salah satu bentuk perlindungan terhadap pekerja yaitu dalam bidang ekonomi berupa penghasilan yang cukup, maka dapat disimpulkan bahwa pengupahan perlu ada dan dilakukan karena menjadi salah satu hal yang dijamin dan diamanatkan undang-undang. Secara spesifik yaitu untuk melakukan perlindungan terhadap pekerja dalam upaya pembangunan ketenagakerjaan. Serta yang paling penting adalah pengupahan dilakukan untuk pemenuhan hak pekerja.

Sejarah singkat dan dinamika pengupahan di Indonesia

Tonggak awal sejarah pengupahan di Indonesia lahir karena dikeluarkannya kebijakan Pemerintah Indonesia tentang pengupahan pada tahun 1980-an. Setali tiga uang dengan Indonesia, ternyata dibelahan bumi yang lain juga mempunyai sejarah yang hampir serupa dengan Indonesia perihal perburuhan, yang mana kemudian hal tersebut mendorong lahirnya perjanjian Internasional ILO 100 tahun 1951. 

Kembali pada sejarah Pengupahan di Indonesia, dengan meratifikasi ILO 100 lewat UU No.80 tahun 1957. Seiring dengan perkembangannya, lalu lahir pula PP nomor 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Pengupahan dan Permen Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

Pada tahun 2003 isu perburuhan kembali menjadi hangat dan banyak dibicarakan terkait dengan keluarnya UU Ketenagakerjaan. Yang mana undang-undang tersebut mengatur dengan sangat luas perihal isu buruh atau ketenagakerjaan. Seiring dengan jalannya undang-undang tersebut, nyatanya dinilai belum cukup menjawab tuntutan dari para pekerja, khususnya mereka yang berada di kota-kota industri.

Akibat hal tersebut, akhirnya muncul berbagai protes dari para buruh di berbagai daerah di Indonesia yang menuntut pengaturan yang bisa lebih mensejahterakan para buruh melalui sistem pengupahannya. Sehingga guna menindaklanjuti undang-undang tersebut, pemerintah dengan dukungan dari para buruh dan serikat buruh mengeluarkan sebuah pengaturan baru berupa Keppres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.

Hal tersebut dilakukan untuk melihat bagaimana pengupahan dilaksanakan. Sementara itu, Dewan Pengupahan terdiri dari Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Propinsi, dan Dewan Pengupahan Daerah. Namun, meskipun sudah dibentuk Dewan Pengupahan ternyata tak membuat aksi–aksi protes para buruh seperti melakukan mogok kerja masal dan demontrasi yang menuntut kenaikan upah lewat sistem upah minimum dan kesejahteraan buruh, menjadi tidak ada.

Pasalnya, antara sekitar tahun 2010 sampai 2013 saja terhitung banyak sekali aksi protes para buruh yang menuntut kenaikan upah minimum. Yang mana pada tahun 2013 didapat suatu capaian yakni tentang penghitungan jumlah komponen dalam menentukan besaran upah minimum. Kebijakan itu yang awalnya menggunakan 46 komponen penilaian dari rincian jenis harga barang pokok, kemudian berubah menjadi 60 komponen sebagai dasar ditetapkannya upah minimum. Selanjutnya hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. PP ini mengatur keseluruhan tentang hak dan tanggung jawab baik perusahaan maupun pekerja/buruh serta upah minimun yang tertulis didalam pasal 3 ayat (2) huruf (a). 

Sistem pengupahan yang ada di Indonesia

Kebijakan mengenai upah minimum telah lama menjadi isu yang krusial dalam dunia perburuhan, ketika berbicara dunia perburuhan maka salah satu diskursus yang penting untuk terus dikaji dan diangkat ke permukaan adalah perihal upah atau pengupahan. Upah minimum merupakan suatu mekanisme dalam sistem pengupahan yang ada di Indonesia.

Kebijakan mengenai upah minimum ini menyasar terhadap pemenuhan kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Di Indonesia, kebijakan upah minimum sendiri diterapkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Namun, perhatian lebih atas pelaksanaan kebijakan ini baru mulai pada akhir 1980-an. 

Upah minimum sendiri diartikan sebagai upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum, upah minimum dapat ditetapkan secara regional, sektoral regional, ataupun subsektoral, meskipun kini baru perihal upah minimum regional saja yang dimiliki oleh setiap daerah.  Hingga kini pengaturan mengenai upah minimum sekiranya sudah lebih diatur dalam dua kerangka pengaturan, yakni UU Ketenagakerjaan dan lebih lanjut juga diatur dalam PP Pengupahan.