Apa yang ada dibenak kita mendengar kata “PEMUDA”? Apakah tentang gelora semangat atau tentang kekinian atau malah tentang kenakalan, tawuran, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya? Bagaimana pun tampaknya suka tidak suka pemuda adalah generasi bangsa dimasa depan yang memiliki pengaruh besar bagi perjalanan bangsa. Di tangan kaum pemuda inilah kelak estafet kepemimpinan dilanjutkan. Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.
Sejarah telah membuktikan keberadaan pemuda memberikan peranan yang penting. Lihat saja berdirinya Negara Indonesia, tentunya terlahir juga karena andil perjuangan kaum pemuda. Terciptanya Sumpah Pemuda, tercetusnya Proklamasi Negara RI, Pancasila, dan UUD 1945 tak bisa dilepaskan dari ikutnya kaum pemuda memperjuangkannya. Bahkan Soekarno sampai pernah menyatakan sesuatu tentang pemuda “… Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. Pernyataan ini berarti bahwa memposisikan pemuda sebagai kelompok strategis.
Secara kuantitas keberadaan pemuda juga menjadi point penting. Di Indonesia jumlahnya mencapai lebih kurang 86 juta jiwa (data prediksi BPS tahun 2018) dari sekitar 265 juta jiwa penduduk Indonesia, dengan kata lain 30% penduduk Indonesia adalah pemuda (usia 15-35 tahun). Namun perlu hati-hati juga bahwa potensi pemuda ternyata bagai pisau bermata dua: bisa mengguncangkan dunia dengan sesuatu yang produktif, konstruktif, dan transformatif, namun bisa juga sebaliknya untuk kepentingan destruktif, anarkis, dan teroris (Marzuki Wahid, Blakasuta 2016).
Tulisan ini pada prinsipnya merupakan refleksi atas kegelisahan penulis terhadap realita yang belakangan menyelimuti kaum pemuda. Geng motor bertebaran di segala tempat dan meresahkan masyarakat, pergaulan bebas marak terjadi dikalangan pelajar. Penyalahgunaan narkoba, tawuran, pengeroyokan bahkan hingga penganiayaan yang mengakibatkan oranglain sampai meregang nyawa. Jika tak terlibat dalam tindak pelanggaran hukum, pemuda yang erat dengan generasi milenial, gadget, kekinian juga ternyata melahirkan kegelisahan tersendiri. Generasi yang dekat dengan teknologi ini perlahan mulai terkikis kepedulian terhadap persoalan sosial di sekitarnya. Mereka lebih asik dengan permainan mobile legend-nya daripada bersosial dengan tetangga-tetangganya, lebih tertarik mengomentari berita-berita hoax daripada berkumpul dengan buruh, tani, bahkan pemuda yang lain untuk sekedar mendiskusikan masalah-masalah yang sedang dihadapi rekanannya. Apatisme, individualisme mewarnai kehidupan kaum pemuda.
Memang fenomena ini tidak dilakukan oleh semua kalangan pemuda. Namun, fenomena ini patut untuk menjadi tanda peringatan bagi kita khususnya kaum pemuda untuk lebih bijak bersikap dan bertindak. Jika kaum pemuda adalah pemimpin di masa yang akan datang maka persoalan-persoalan yang terjadi di negeri ini ke depan akan menjadi tanggungjawab kaum pemuda. Menyelesaikan persoalan-persoalan di kalangan pemuda dan masyarakat umum yang lain. Oleh karena itu sikap produktif, konstruktif, dan transformatif perlu dikedepankan dan menjadi pedoman kita kaum pemuda dalam bertindak. Sebab mau tidak mau suka tidak suka apa yang dikerjakan dan dilakukan kaum pemuda saat ini menentukan bangsa ini di masa yang akan datang.
Kaum pemuda bukanlah sebuah entitas yang terpisah dari kalangan massa rakyat yang lain. Dia ada di tengah-tengah massa maka persoalan massa pada umumnya adalah persoalan pula bagi mereka. Nyatanya kondisi obyektif negeri ini masih tidak berpihak pada massa rakyat umum. Ketimpangan ekonomi masih sangat tinggi. Kekayaan hanya milik segelintir orang. Beberapa berita ekonomi bahkan menyebutkan “kekayaan empat orang terkaya Indonesia setara bahkan lebih dari 100 juta kekayaan penduduk miskin”. Kekayaan ini didapatkan bukan karena dia terlahir sebagai orang kaya, namun didapatnya melalui penguasaan lahan dengan sangat luas melalui konsesi HGU. 90% wilayah Indonesia dikuasai oleh korporasi besar dan penguasa-penguasa lokal. 35% daratan Indonesia dikuasai oleh 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batubara. 40 juta hektar lebih diberikan kepada korporasi dalam bentuk pemberian izin HPH dan HGU.
Tak hanya itu disektor perburuhan, buruh berada dalam kondisi kerja yang tidak baik. Upah yang minim, jaminan sosial yang belum memadai, sistem kerja yang tidak manusiawi, dan kehidupan yang jauh dari kata sejahtera. Pengangguran yang belum terselesaikan, kemiskinan yang masih melingkupi kehidupan sebagian besar masyarakat. Lebih dari 26 juta jiwa penduduk Indonesia dalam angka kemiskinan (versi BPS) angka yang sesungguhnya akan jauh lebih besar dari itu.
Atas kondisi yang demikian kaum pemuda tidak bisa hanya menutup mata. Kaum pemuda menjadi bagian dari kelompok yang tidak bisa dipisahkan dari persoalan-persoalan tersebut. Oleh karena pemuda adalah tenaga produktif yang penting dalam pembangunan nasional, yang secara pendidikan relatif lebih maju, dekat dengan akses informasi dan teknologi. Pemuda adalah salah satu unsur penting dalam gerakan dan perjuangan rakyat . Pemuda sebagai generasi di masa yang akan datang dituntut untuk berkesadaran memahami dan menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang dihadapi rakyat Indonesia.
Pada akhirnya melalui peringatan Hari Sumpah Pemuda ini penulis mengajak kita semua kaum pemuda tidak hanya memperingati dalam seremonial semata, namun sumpah bertumpah darah satu, sumpah berbangsa satu dan sumpah berbahasa satu menjadi sumpah yang diamalkan dalam kehidupan berbangsa kita. Membawa bangsa lebih sejahtera dan membawa seluruh tumpah darah (rakyat bangsa ini) tidak hanya ke depan pintu gerbang kemerdekaan namun memasuki gerbang kemerdekaan yang sejati.
Selamat Hari Sumpah Pemuda!
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.