Reformasi: Liberalisasi Undang-Undang Partai Politik.

 

Tulisan Tentang Politik dan Partai Politik seri ke-5:

B.J. Habibie, sebagai Presiden pengganti Soeharto, mengeluarkan kebijakan bidang politik yang fundamental. Lima paket undang-undang politik Orde Baru dicabut dan diganti dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis, yaitu: UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.


1. Undang-Undang No.2 Tahun 1999 dan Terbukanya Kran Demokratisasi

UU Nomor 2 Tahun 1999 merupakan produk Pemerintahan Habibie yang dibuat sangat cepat dan singkat, menyusul kekacauan situasi politik Indonesia sesudah Soeharto lengser. UU No.2 Tahun 1999 menjadi sangat krusial karena menjadi awal terbukanya kemerdekaan bagi setiap warga negara untuk mendirikan partai politik, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1999:

“Sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dapat membentuk Partai Politik.”

UU No.2 tahun 1999 telah mendorong kelahiran 148 partai politik baru; hanya 48 yang lolos verifikasi KPU dan berhak mengikuti Pemilu 1999.


Hasil Pemilu 1999 dapat dilihat pada tabel berikut:


2. Undang-Undang No.31 Tahun 2002 dan Semangat Penyederhanaan Jumlah Partai Politik

UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik disusun sebagai perubahan atas UU 2/1999 dengan penekanan pada kejelasan status hukum partai politik. Warga Negara Indonesia yang akan mendirikan Partai Politik diwajibkan untuk mendaftarkan ke Departemen Kehakiman (sekarang KEMENKUMHAM) dengan syarat inti para pendiri harus mengikatkan diri dalam suatu akta notaris pendirian partai politik.

Pasal 2 ayat (3) UU 31/2002 mensyaratkan kepengurusan sekurang kurangnya berada di 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan. Persyaratan yang berat ini, pada akhirnya mampu memangkas jumlah partai politik yang lolos verifikasi KPU untuk berlaga dalam Pemilu 2004 menjadi 24 partai politik.


Kajian politik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2004 terus bergulir di masyarakat, ketidakpuasan dengan banyaknya partai politik sebagai peserta pemilu 2004 masih menjadi ganjalan.

Pemikiran untuk menyederhanakan partai politik di Indonesia, terus dilakukan, hingga menganggap UU No 31 Tahun 2002 ternyata tidak relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini memunculkan perubahan UU No 31 Tahun 2002.

3. Undang-Undang No.2 tahun 2008 Memperberat Syarat Pembentukan Partai Politik

Dengan semangat penyederhanaan jumlah partai politik, UU No 2 Tahun 2008 lahir sebagai perubahan atas UU 31/2002 . Untuk menyederhanakan jumlah partai politik, UU 2/2008 memberikan syarat yang lebih ketat.

Perbandingan syarat pendirian Partai Politik menurut Undang-Undang No.31 Tahun 2002 dan Undang-Undang No.2 Tahun 2008. Dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2002, persyaratan Partai Politik adalah; Pasal 2 ayat (3): Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat :

A) memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya;

B) mempunyai kepengurusan sekurang kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan;

C) memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain; dan mempunyai kantor tetap.

Sedangkan persyaratan Partai Politik dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2008 ada dalam Pasal 3 : (1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum; (2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai :

A) akta notaris pendirian Partai Politik;

B) nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

C) kantor tetap;

D) kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan

E) memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa terjadi pengetatan persyaratan dalam pembentukan partai politik. Selain ada kenaikan Kepengurusan Partai Politik sebesar 10 persen, UU Nomor 2 Tahun 2008 menyebutkan kewajiban memiliki rekening atas nama Partai Politik. Niat awalnya membatasi jumlah partai politik, tapi dalam kenyataannya Pemilu 2009 justru diikuti 38 Partai Politik.

***