SEKALI LAGI: PRIVATISASI PLN!

 

Privatisasi yang terjadi di semua BUMN di Indonesia, merupakan dampak terjeratnya Rezim Orde Baru terhadap utang luar Negeri. Ketidakmampuan Soeharto mengembalikan utang sesuai perjanjian Internasional tersebut, Pemerintah dipaksa menyetujui Pacta Pengembalian Utang. Caranya? Tentu saja dengan menyerahkan aset Negara bernama BUMN melalui mekanisme “Lelang” yang disebut IPO maupun Strategic Sales/Strategic Partner.

Selain itu, Pacta pengembalian utang diatas, kapitalisme internasional memaksa Indonesia untuk membuka pasar strategis yang selama ini di lindungi secara ketat oleh Konstitusi demi terjaminnya Kesejahteraan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Metode pembayaran utang dengan penjualan aset Negara, serta keharusan membuka pasar strategis tersebut, tertuang didalam suatu surat kesanggupan/komitmen Pemerintah Indonesia kepada IMF (International Monetarry Fund) yang mewakili badan keuangan dunia yang lain (ADB, IBRD dll) yang disebut Letter Of Intent ( LOI ).

Bagaimana dengan privatisasi PLN? Prosesnya dimulai dengan ditandatanganinya LOI yang pertama oleh Presiden Soeharto pada tanggal 31 Oktober 1997. Pada butir 41 disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengevaluasi lagi belanja Negara berkaitan dengan pelayanan publik (seperti listrik, air, minyak dll), dan menjamin bahwa sektor pelayanan publik tersebut akan di Privatisasi, agar tercipta pasar yang effisien, kompetitif dan transparan. Efisiensi, kompetitif, dan transparansi merupakan adagium klasik Kapitalis agar perusahaan negara dapat dikuasainya.