SEBUAH KOTA DIBANGUN OLEH BURUH SEBUAH NEGERI DIHANCURKAN OLEH KORUPTOR!

 


Sebuah pesan WhatsApp dari Uda Nanang KPK masuk, sebuah ajakan ketemu. Tanpa berpanjang pikir, saya jawab: YA! Ajakan ngedate darinya, selalu berpola sama; sore hari, selepas sholat Ashar, di kantin belakang KPK, lalu disepakati siapa yang bayarin kopinya.

Saya sudah lebih dulu sampai di kantin itu. Tempat yang bersih, angin semilir, dan lalu lalang mobil berjeruji dengan kaca gelap. Kalau sedang ‘beruntung’ kita bisa melihat beberapa tahanan KPK turun dari mobil tahanan itu. Persis di belakang kantin itu, tahanan KPK menghabiskan waktunya, sambil menjalani pemeriksaan penyidik.

Akhirnya kami bertemu, tiga orang berlingkar duduk, mengepung sebuah meja. Beberapa batang rokok dinyalakan, seolah merayakan senja yang mendung, gerimis sejak pagi. “Seperti suasana Indonesia saja; mendung dan berkabut,” ujar Uda Nanang, sambil tak lepas tangannya menggenggam handphone canggihnya. Ada beberapa kawan lagi yang diharapkan bergabung. Dua kawan lain, semuanya dari Wadah Pegawai KPK, bergabung. Mendesak-desakkan kursi agar cukup.

“SERBUK Indonesia berjuang keras menjaga integritas, melawan korupsi,” omongan saya membuka forum. Mbak Anggi, yang baru sekali itu saya bertemu, memainkan korek api di tangannya, tak kunjung dinyalakan. Lalu, sejurus dia menjawab,” Bener, Mas. Korupsi memang merusak!”

Lalu, kami terjebak dalam obrolan. Macam-macam kami bincangkan.

“Serikat Buruh juga rentan korupsi?”

“Sangat. Bahkan banyak banget!”

“Modusnya?”

“Tawaran jabatan, tawaran naik upah, tawaran mobil, dan lain-lain”

“Wow, serius?”

“Iyalah! Untung mereka, sekali nyogok, dua tiga kebijakan lolos. Miliaran rupiah.”

Lalu kami beralih pada obrolan teknis. Mengatur cara agar pada Sabtu besok gak telat sampai di Karawang. Uda Nanang menjelaskan, ini bukan undangan pertama dari SERBUK. “Dua kali mereka bikin acara besar untuk mendukung KPK,” ujarnya. Sambil mengingat-ingat, saya menyebutkan dua kali konser. Yang terakhir, terbesar, dihadiri 3000an orang di GOR Adiarsa. Bambang Widjoyanto berorasi, menyebut “tuan buruh dan paduka tani”. Lalu, konser meriah sekali. Asfin, Alghif, Kristin, Mayong, bermain musik menghajar siang yang panasnya minta ampun. Diponers 74, band idola saya menyayat-nyayat lagu Darah Juang!

26 Januari 2019, SERBUK kembali bikin acara. Namanya Rapat Dewan Presidium. Rapat ini, semacam Rakernas, menjadi mekanisme organisasi di antara dua kongres. Untuk merumuskan kebijakan internal organisasi. Tahun ini, kami akan memutuskan setidaknya tiga hal besar: iuran anggota, aksi May Day, dan fokus pengorganisasian. Agar mendapatkan perspektif yang berbeda, kami mengundang Ketua Wadah Pegawai KPK, Mas Yudi Purnomo, untuk hadir, berbagi pengalaman, menajamkan pisau bedah!

Terkait pengorganisasian, lalu obrolan kami beralih pada buruh-buruh konstruksi. Baru seminggu lalu kami berkonsolidasi di Yogyakarta. Bersama Husain, Kiting, Jarpo, dan Happy, kami bertemu buruh-buruh konstruksi yang tergabung dalam SBKI.

Ada dua cerita dari pertemuan itu. Pertama, kami bahagia. Anggota bertambah dan serikat makin berguna. Kedua, berita duka. Betmen, salah satu organiser yang juga buruh konstruksi bercerita, masalah di lapangan semakin runyam. Ada saja kelakuan mandor yang semakin buruk. “Sesudah upah telat, BPJS nggak ada, kami juga dipaksa mengerjakan proyek dengan kualitas buruk. Adonan semen dikurangi,” ujar Betmen sembali menghisap lintingannya.

Mendengar cerita itu, Uda Nanang menyambung. “Ini memang masalah klasik,” ucapnya. Menurutnya, semua orang harus bergerak dalam aras yang sama. “Kalau selama ini orang ngomongin kasus-kasus besar, tidak salah juga kalau kita memulai upaya sederhana, lewat serikat buruh,” tambah Mbak Anggi.

Gerimis masih menyapu pelataran Kantin KPK sore itu, ketika kami bergegas untuk berpisah. Tapi, kami sudah bersepakat untuk bertemu kembali pada Sabtu, di Karawang. Bertemu, berdiskusi, memainkan musik, dan tentu saja: menyusun siasat!


Tak sabar, rasanya!

Kantin KPK, 22 Januari 2019. Sore yang rintis karena gerimis!