Belajar Dari Sosialisme Abad 21

 


Adelso Lauro nama pria itu, dua puluh tujuh tahun umurnya, seorang prajurit paruh waktu. dengan bulan Nampak setengah di atas kepala, Adelso dan dua temannya, Oscar dan Boriello duduk di sekitar api di halaman. Adelso menyanyikan serenada tentang cinta, pacaran, dan perempuan cantik. Oscar menabuh ember terbalik, dan Boriello memetik Cuatro, sejenis gitar.

“ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar,” kata Oscar, sambil menyodok api dengan sebuah Tongkat. “kami sedang membangun Negara. Kami menuju Sosialisme”

Mereka dan sebelas orang lainnya sedang mengubah sudut rawa Ilanos, La Vecindad di dataran Barinas menjadi pertanian berkembang. Tanah yang mereka garap – beserta Sembilan puluh satu ekor sapi, enam puluh ekor ayam, dan enam ekor babi –, Uang modal, peralatan dan benih merupakan sumbangan dari pemerintah.

Koperasi pertanian Chavista (Para pendukung Chavez) di LaVecindad tersebut termasuk sedikit koperasi yang mampu bertahan, karena sebagian besar, hampir Sembilan puluh persen runtuh akibat minimnya pengalaman dan tiadanya control keuangan. Pemerintah sekali lagi mencoba, satu miyar lagi digelontorkan dan mereka memerintahkan pemantauan dan pemberian pelatihan. Lebih banyak lagi peralatan yang didistribusikan dan kredit dan menyita satu hektar lagi untuk mencoba lagi.

Kebijakan tersebut dilakukan dengan membabibuta, gagal membedakan mana yang masih bisa dijadikan sekutu dan mana yang benar-benar perlu dibasmi eksistensinya. Hal ini membuat petani swasta takut, mereka takut terjadi pengambilalihan, sehingga mereka berhenti berinvestasi dan menjual peralatan dan ternak mereka. Celakanya, koperasi-koperasi Chavista tersebut tidak bisa mengisi kesenjangan, karena harga yang diatur untuk bahan makanan membuat mereka tak mendapatkan untung.

Kelangkaanpun menyebar, dan rak toko dan supermarket kosong. Dari pada menaikkan harga sehingga bisa menyelamatkan koperasi-koperasi pertanian itu, pemerintah tidak memilih itu sebagai kebijakan, karena mereka tahu pilihan itu akan menurunkan popularitas mereka. Pemerintah memilih melakukan import besar-besaran bahan makanan. Koperasi-koperasi melakukan protes karena produksi mereka semakin kalah bersaing di pasaran, sebab harga jual produksi mereka masih diatas bahan-bahan makanan import. Koperasi-koperasi pertanian terus bertumbangan, hanya sedikit yang mampu bertahan, Koperasi Pertanian Oscar dan Adelso.

Dalam jangka pendek Import bahan makanan bisa menjadi solusi, menyelamatkan rakyat dari ancaman gizi buruk dan kematian, dan Popularitas sang Presiden sudah barang tentu. Karena Chavez, mereka menjadi lebih banyak makan ayam dan daging sapi.

Namun, Import yang didanai oleh minyak tersebut nyatanya membuat Pertanian Venezuela melayu. Tidak hanya makanan yang disubsidi, bahkan barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok seperti Handphone dan Mobil juga disubsidi. Karena subsidi juga satu tangki penuh bensin mobil SUV hanya perlu ditebus dengan harga satu dollar. Chavez benar-benar menjadi pemimpin yang murah hati dan melindungi rakyatnya.

Negara Amerika latin itu seperti lupa bahwa harga minyak bergantung pasar dunia yang ditentutakan tingkat konsumsi. Siapa konsumen minyak terbesar di dunia? Ya, Amerika Serikat, musuh ideologis mereka. dengan 95% pendapatan Negara berasal dari exploitasi emas hitam itu Negeri yang stabil memenangi ajang pemilihan ratu-ratu kecantikan dunia sesungguhnya sangat rapuh.

Semenjak krisis melanda dunia pada tahun 2008, yang merontokkan pusat-pusat bisnis utama dunia, ekonomi dunia tak benar-benar bisa pulih. Krisis demi krisis menghampiri beberapa kawasan secara acak. Para teknisi terpaksa memencet tombol ‘off’ dan mesin-mesin pabrik-pabrik raksasa itu berhenti beroperasi karena sepinya order, sebagian bersiap menjadi besi tua. Semenjak tahun 2011 Harga minyak dunia terus merosot karena sepinya permintaan sedangkan pengeboran dalam skala besar terus dilakukan, puncaknya di tahun 2015 harga minyak hanya US$ 32,6 per Barrel (tempo.com).

Negera-negara Timur Tengah kehilangan pendapatan milyaran dollar, Arab Saudi sebagai salah satu produsen utama minyak di Timur Tengah tak terkecuali. sepinya pendapatan membuat Raja Salman memotong gaji para menteri sebanyak 35%, menaikkan harga air bersih sebesar 50%, dan kebijakan-kebijakan penghematan lainnya.

Venezuela lebih parah, disamping berbagai blockade dari Amerika ditambah anjloknya harganya minyak $US 32,6/Barrel- Pemerintah tak punya uang lagi untuk mendanai program sosial, Import bahan makanan tersendat. rak-rak supermarket-supermarket dan toko-toko kosong. Inflasi dilaporkan mencapai delapan belas ribu persen, artinya dua milyar Bolivar hanya bisa untuk menebus dua potong roti garnet.

Dengan runtuhnya koperasi-koperasi pertanian Chavista dan pertanian swasta kecil lainnya, krisis sosial tak lagi bisa dihindarkan. Orang-orang yang biasa mendapatkan apa-apa serba murah dan tersedia menjadi kesetanan, mereka menggalang protes, menuntut ketersediaan bahan pangan. Oposisi politik mendapat angin segar perlawanan, sebab, dukungannya tak hanya dari sesama elit dan kelas atas saja, rakyat mulai ragu dengan proyek Sosialisme abad 21 Chavez dan Penerusnya, Maduro. Dan lima tahun terakhir Venezuela menjadi Negara paling tidak stabil di Amerika Latin.

Sejak seorang Kolonel Hugo Chavez Frias memenangi Pemilu tahun 1998, Venezuela menjadi mercusuar, boleh dibilang utama, dalam pembangunan Sosialisme. keberhasilan memenangi Pemilu dan mengobarkan tinggi-tinggi Sosialisme abad 21, menjadi diskursus di kalangan pegiat Sosialis bahwa Sosialisme bisa ditempuh dengan masuk bilik suara.

Namun, melihat beberapa tahun terakhir di Venezuela, tanpa mengabaikan gempuran Amerika dan sekutunya, dengan segala hormat untuk Hugo Chavez dan Maduro, saya meyakini mereka adalah orang-orang yang baik dan mencintai Negerinya, Sosialisme beda dengan kedermawanan. Sosialisme bukan kemurah-hatian, Seperti apa yang berjalan di Venezuela selama ini; Sosialisme abad 21, rapuh disana-disini. Masih lemah fondasinya.

Kini, Maduro tengah menghadapi krisis paling akut semenjak berkuasa tujuh tahun silam. Oposisi yang dipimpin Juan Guaido sebagai Presiden Majelis Nasional memproklamirkan diri sebagai Presiden yang sah. Posisi Guaido dan Oposisi tak bisa diremehkan lagi, setelah Amerika Serikat, Brazil dan Negara-negara lain mengakui kekuasaannya. Apakah ini akan menjadi akhir proyek ‘sosialisme abad 21’?Semoga saja tidak.


Ditulis oleh seorang yang bermukim di Kalasan, Sleman.