Menyelamatkan Generasi dari Penyakit Akibat Debu Asbes

 

Bogor – Audiensi bersama antara  Kementerian Tenaga Kerja, Dokter dari Kementerian, BPJS Ketenagakerjaan Kab. Bogor, Pengawas Ketenagakerjaan Kab. Bogor, Perwakilan Pengusaha, dan Korban yang bertempat di Balai Pengawasan Tingkat 1 Kab. Bogor (26/02).

Pertemuan yang diinisiasi oleh Serikat Buruh dan Lembaga Pemerhati Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tergabung dalam INA-BAN ini membahas soal Penyakit Akibat Kerja (PAK). Spesifik dalam audiensi ini membicarakan PAK yang diakibatkan oleh paparan debu asbes.

Pada periode tahun 2016-2017 telah dilakukan pemeriksaan kepada 26 buruh dan mantan buruh yang pernah bekerja di perusahaan yang menggunakan bahan baku asbes. Dari hasil pemeriksaan tersebut, 12 orang positif mengidap Asbestosis -PAK yang diakibatkan oleh debu asbes- 5 orang diantaranya berasal dan Bogor, dan 7 orang lainnya buruh dari Karawang.

Ketua Umum SERBUK Indonesia, Subono yang turut hadir mengungkapkan bahwa audiensi ini juga sebagai upaya untuk menekankan kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan dan menindak tegas para pengusaha yang melanggar regulasi yang ada. Lebih lanjut lagi Ia menjelaskan bahwa upaya korban dalam pelaporan PAK supaya bisa dipermudah oleh semua pihak.

“Bukan hanya pemberi keja atau pihak penyelenggara terkait  saja. tetapi diharapkan korban juga mudah untuk melaporkannya sendiri. Terkait penemuan korban hari ini mungkin sebagian kecil dari ratusan bahkan ribuan korban yang memang masih perlu dilakukan langkah-langkah yang lebih serius, diharapakan korban bukanlah hanya angka bilangan tetapi bagaimana korban berani berbicara. Bahwa penyakit akibat paparan asbes adalah penyakit yang berbahaya dan yang lebih penting adalah bagaimana ke depannya menyelamatkan generasi kita dari ancaman penyakit akibat paparan debu asbes.” tegas Subono.

Dalam pertemuan ini pula diungkapkan kondisi terkini dan tantangan yang ada terkait dengan regulasi atau kebijakan yang ada. Serta membahas soal metode bagaimana para buruh yang menjadi korban PAK ini mendapatkan keadilan. Minimal adalah mendapatkan pengakuan seperti yang tercantum dalam KEPRES No. 22 Tahun 1993 dan KEPRES No. 7 Tahun 2019.

Salah satu faktor utamanya adalah kesadaran pengusaha, dalam hal ini pihak perusahaan untuk melaporkan buruh atau pekerjanya yang menjadi korban PAK. Maka dari itu perlu diapresiasi ketika ada perusahaan yang melaporkan hal tersebut. Karena tidak sedikit perusahaan yang dengan alasan nama baik dan kelangsungan usaha perusahaan mengabaikan kondisi kesehatan para pekerjanya. Padahal ketika perusahaan sudah mendaftarkan pekerjanya  kepada lembaga penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan, maka perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan.