JAKARTA — Wacana yang diketengahkan dalam pembahasan revolusi industri 4.0 menjadi modus baru untuk menjerat pekerja. Perkembangan teknologi dijadikan alasan untuk memecat hingga eksploitasi pekerja.
Dalam diskusi bertema Bolong-Bolong Industri 4.0 yang merupakan bagian dari Work Life Balance Festival, Sabtu (9/2) di Cohive D.Lab, Jakarta, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif, Ellena Ekarahendy mengungkapkan pekerja tidak dianggap sebagai manusia tetapi mesin ketika wacana Revolusi Industri 4.0 mengangkat bahwa manusia akan digantikan oleh mesin. Teknologi saat ini dinilainya hanya dikuasai oleh segelintir pihak untuk memperoleh keuntungan. “Pekerja akan seenaknya diganti,” ujarnya.
Selain itu, Ellena mengatakan hubungan antar-pekerja semakin terpecah dalam Revolusi Industri 4.0 dengan semakin banyak munculnya pekerja mandiri. Kondisi tersebut membuat masalah ketenagakerjaan dianggap sebagai persoalan individual. “Kita dibuat terpisah satu sama lain, sehingga tidak bisa membuatserikat pekerja,” ujarnya.
Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah, menambahkan wacana Revolusi Industri 4.0 yang dimunculkan dari pemerintah menjadi hal yang kontradiktif. Hal itu seperti pekerja atau buruh harus meningkatkan kemampuan (skill) tetapi sekolah semakin sulit. “Apa yang ditawarkan pemerintah bagi saya tidak akan bisa menghasilkan perkembangan revolusi industri yang membawa manfaat umat manusia,” ujarnya.
Peneliti Lembaga Informasi Sedane (LIPS) Syarif Arifin mengatakan pemecatan terus menjadi permasalahan dalam perkembangan teknologi. Selain itu, perkembangan teknologi juga memunculkan jenis pekerjaan baru. Akan tetapi, jenis pekerjaan baru tersebut tidak diakui dan tidak terlindungi oleh negara. “Pemecatan terjadi karena dikriminalkan, diputus kontraknya, dan banyak modus lainnya. Lalu cari yang segar dan pinter, tapi nanti akhirnya dibuang lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Pekerja digital yang juga Co-Founder Corechain.id, Imanzah Nurhidayat mengatakan wacana yang muncul dari Revolusi Industri 4.0 hanya menakut-nakuti. Menurutnya, narasi yang semestinya muncul dalam Revolusi Industri 4.0 bukan pemecatan dan teknologi menggantikan pekerja tetapi buat apa kerja. “Bagi saya kita nggak butuh kerja, yang kita butuh edukasi,” ujarnya.
***
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.