PENDIDIKAN PARALEGAL UNTUK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

 


Tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia menjadi kenyataan yang tak terelakkan. Beberapa sumber pemberitaan menyebutkan adanya tren kenaikan angka kecelakaan kerja yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Tenaga Kerja mencatat sepanjang tahun 2018 lalu telah terjadi 157.313 kasus kecelakaan kerja. Angka ini meningkat cukup tinggi jika dibandingkan kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2017 lalu dimana kecelakaan kerja tercatat 123 ribu kasus.

Senada dengan yang disampaikan oleh Menaker, Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan juga menyampaikan hal yang sama bahwa kecelakaan kerja di Indonesia meningkat dalam tiga tahun terakhir. Sepanjang tahun 2018, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan klaim kecelakaan kerja dengan nilai sebesar Rp 1,09 triliun, besaran ini meningkat dari tahun 2017 yang nilai klaimnya Rp 971 miliar serta tahun 2016 Rp 792 miliar.

Terus terjadinya kecelakaan kerja yang dialami oleh para pekerja adalah sebuah kenyataan miris yang dialami oleh para pekerja. SERBUK Indonesia sendiri menilai bahwa angka-angka yang disebutkan tadi bukanlah sekedar deretan angka namun itu adalah sebuah fakta. Fakta bahwa dalam menjalankan pekerjaannya, resiko mengalami kecelakaan kerja seolah sebuah keniscayaan yang pasti akan terjadi lagi dan lagi dan lagi. SERBUK juga meyakini bahwa angka-angka yang disebutkan di atas adalah kejadian yang hanya tercatat saja baik oleh Kementerian (karena ada pelaporan) atau yang tercatat oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan biaya klaim yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Lantas bagaimana dengan kejadian yang tidak terlaporkan atau yang terlaporkan namun tidak ditindaklanjuti baik oleh perusahaan, pemerintahan maupun BPJS Ketenagakerjaan?

Fakta-fakta inilah yang menjadikan SERBUK Indonesia sebagai serikat pekerja semakin yakin untuk terus melakukan pengawalan dan perjuangan untuk kesejahteraan para pekerja. Salah satu yang menjadi lini perjuangan SERBUK Indonesia adalah terkait jaminan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja (K3). Selain melakukan advokasi dan kampanye (campaign) terkait jaminan K3, SERBUK juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk anggota SERBUK guna memantapkan pemahaman tentang K3 dan bagaimana melakukan advokasi jika terjadi kecelakaan kerja.

Kesempatan kali ini tepatnya tanggal 3-4 Agustus 2019, SERBUK Indonesia bekerjasama dengan Local Initiative for OSH Network (LION) Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menyelenggarakan pendidikan paralegal dengan tema khusus advokasi untuk kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini dilaksanakan di Sekretariat SERBUK Indonesia di Karawang. Dihadiri oleh lebih dari 35 orang perwakilan SBA ini diharapkan semakin memantapkan pemahamanan anggota serikat tentang apa itu kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan bagaimana melakukan langkah-langkah advokasi yang bisa ditempuh jika terjadi di lingkungan tempat kerja. Yang menarik dari pelatihan kali ini adalah isu yang banyak diperbincangkan sepanjang pelatihan mengenai asebestosis.


Sekilas tentang asbestosis, asbestosis adalah penyakit yang disebabkan karena terpapar bahan industri yaitu asbes. Apa itu asbes? Asbes atau asbestos merupakan bahan tambang. Komposisinya terdiri dari serat silikat mineral dan komposisi kimiawi yang berbeda, kuat terhadap asam, dan tahan api –sehingga menjadi alasan utama dipilih, dibanding bahan lainnya. Menurut World Health Organization (WHO), serat asbes yang mengendap dalam paru-paru dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti kanker paru-paru, mesohteolima, dan asbestosis. Zat karsinogenik (penyebab penyakit kanker) ini disebut bertanggungjawab atas kematian 100 ribu orang setiap tahunnya.

Beberapa Negara sudah melarang penggunaan bahan asbes, namun sayangnya tidak demikian di Indonesia. Indonesia masih menjadi bagian dari lima konsumen asbes terbesar dunia. Pada Oktober 2016, 14 orang buruh pabrik asbes yang difasilitasi beberapa organisasi nonpemerintah dan serikat buruh, antara lain Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Local Initiative for OSH Network (LION), dan Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk)–menjalani rangkaian pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Dari hasil pemeriksaan itu, Anna Suraya, dokter okupasi yang mendampingi mereka, mengungkap bahwa 7 dari 14 buruh yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan diduga mengidap gejala asbestosis. Namun, sialnya sekalipun hasil pemeriksaan menyatakan demikian, tak lantas membuat pemerintah dan pengusaha mau mengakui hasil pemeriksaan tersebut sebagai kebenaran.


Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja dan serikat pekerja untuk terus melakukan advokasi dan perjuangannya. Oleh karena itu, pendidikan paralegal ini dilaksanakan sebagai salah satu langkah perjuangan, menjadikan para pekerja anggota SERBUK memahami  lebih mendalam isu tentang asbestos, jaminan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja (K3), dan langkah-langkah untuk melakukan kampanye serta upaya hukum apa saja yang bisa ditempuh dalam rangka advokasi yang lebih sistematis dan efektif. Harapan pendidikan ini SERBUK Indonesia memiliki satu unit kolektif untuk kerja-kerja advokasi dan skema advokasi yang lebih sistematis dalam upaya perjuangan untuk terpenuhinya jaminan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja.


***