ASBES BAHAN BERACUN BERBAHAYA; LALU APA SOLUSINYA?


 Asbes memang menjadi masalah yang besar saat ini. Sebelum bisa dihentikan, penggunaan asbes seharusnya dikendalikan agar bahaya besarnya dapat diminimalisir. Sebut saja upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jepang yang berhasil melakukan pelarangan terhadap penggunaan alat-alat berbahan asbes sehingga masyarakat tidak lagi berhubungan dengan asbes dalam kesehariannya. Selain upaya tegas dari pemerintah untuk membatasi (sebelum melarang), tawaran lain adalah dengan melakukan penggantian (subtitusi) dengan bahan lainnya, yaitu kalsiboard (serat selulosa, silika, zat aditif, semen, dan air), ardex (serat sintetis, serat selulosa, zat aditif, semen, dan air), seng eternit (serat sintetis, serat selulosa, zat additif, semen, dan air).

Selain itu, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan edukasi pada masyarakat untuk untuk menggunakan material ramah lingkungan dan melakukan deteksi pada berbagai perangkat yang mengandung asbes. Di perusahaan yang memproduksi asbes, upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) untuk meminimalisir paparan bahaya asbes. Penggunaan masker yang sesuai (bukan sekedar sapu tangan), pemakaian baju kerja khusus yang hanya digunakan untuk bekerja dan tidak dibawa pulang, serta pemakaian kacamata safety (safety glass/safety google), dan pemakaian sarung tangan.

Pada lingkungan yang lebih luas, pengurangan risiko bahaya asbes dapat dilakukan dengan pemisahan limbah asbes; tidak dicampur dengan material lain. Limbah asbes harus disimpan secara terpisah, diangkut dengan wadah tertutup, dan memastikan debu tidak beterbangan ketika dibuang ke tempat khusus, dan tidak dibakar.

Terkait dengan kampanye dan penyadaran yang lebih luas, Subono menjelaskan upaya yang dilakukan oleh SERBUK Indonesia dan INABAN pada level Provinsi Jawa Barat. “Menurut data BPS, Jawa Barat merupakan konsumen asbestos terbesar ketujuh di Indonesia,” jelas Subono. Data BPS menyebutkan pemakaian sebesar 10,54% di perkotaan dan pedesaan. Di samping itu,pusat kota dan pemukiman juga berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena penggunaan asbes yang semakin tidak terkendali. “Upaya terdekat, yang paling mungkin dilakukan adalah bekerja sama dengan Pemerintah Jawa Barat untuk pembatasan asbes agar tidak digunakan untuk konstruksi fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, kantor BUMN, dan kantor pemerintah,” pungkas Subono.

Tapi, jalan panjang menuju ke arah tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah yang sangat besar. Seperti disampaikan Angga, upaya preventif yang dilakukan sebagai insiatif masyarakat hanya menjadi ‘pemadam kebakaran’ yang sangat kecil. ‘Kebakaran besarnya’, menurut Angga, ada di political will Pemerintah, hanya Pemerintah yang bisa mengatasinya. Tanpa itu, kekhawatiran yang pernah diungkapkan oleh Setiawan Wangsa Atmaja yang saat itu menjabat Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat pada 7 Oktober 2010 semakin mendekati kenyataan; ledakan bencana dalam 10-20 tahun ke depan. “Indonesia terancam bencana ledakan asbestosis 10-20 tahun ke depan jika penggunaan asbes tidak dihentikan,” ungkap Setiawan dalam acara Workshop Diseminasi Pengelolaan Limbah Asbestos Jawa Barat, 9 tahun silam. Problem regulasi dua kaki, saatnya berhenti.

Oleh: Khamid Istakhori | Sekjen SERBUK Indonesia