PENGADILAN HANYA MILIK MEREKA YANG BERDUIT!
#MARSINAH_2
8 Mei 1993, akhirnya tubuh kaku Marsinah ditemukan di sebuah hutan! Hingga kini, sesudah 27 tahun kematiannya, pengadilan tak pernah berhasil mengungkap: siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya!
Lalu,
Kita juga dihadapkan pada situasi yang sama, buruh dibantai satu per satu di hadapan pengadilan untuk menentukan nasibnya yang semakin suram. Pengadilan bukan lembaga untuk mencari keadilan, tapi menegaskan siapa yang punya duit lebih banyak, bisa membeli keadilan untuk diri mereka. Siapa yang punya uang berlebih? Tentu saja pengusaha. Inilah ironisnya, hasil kerja buruh dicuri, upah dirampas, lalu dengan upah yang dirampas itu pula, mereka membeli pasal demi pasal untuk melegitimasi hari depan buruh: PHK, perampasan upah, kontrak outsourcing, dan bahkan di pengadilan pidana buruh juga dihadapkan pada pasal-pasal karet terkait KUHP, UU ITE, dan persangkaan lainnya. Di hadapan pengadilan, buruh layaknya menghadapi eksekusi mati!
Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) Nomor 2 Tahun 2004 disahkan pada 14 Januari 2004 (16 tahun silam?) juga sama. UU PPHI mengamanatkan pembentukan pengadilan khusus hubungan industrial yang berada di peradilan umum. Pengadilan khusus tersebut berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Perselisihan yang dimaksud adalah: Perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan serikat pekerja/serikat buruh. Tata beracaranya merujuk pada hukum acara perdata yang juga berlaku di peradilan umum.
UU PPHI keluar atas perintah Pasal 136 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan mencabut UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan UU Nomor 12 tahun 1964 tentang PHK di Perusahaan Swasta. UU 22/1957, merupakan UU terbaik di Asia yang dihasilkan Pemerintahan Soekarno, dicabut.
Corak yang cukup menonjol dari pemberlakuan UU PPHI adalah diperkenalkannya mekanisme surat gugatan sebagai bagian integral dari hukum beracara di-PHI. Selain itu, PHI pun memberikan kemungkinan penyelesaian kasus perburuhan oleh perorangan, di mana dalam peraturan sebelumnya hanya mengakomodasi melalui perwakilan serikat buruh. Perubahan lainnya adalah dimasukkannnya perselisihan antarserikat buruh di satu perusahaan sebagai bagian dari perselisihan hubungan industrial. PPHI menjanjikan penyelesaian perselisihan perburuhan dengan cepat, tepat, adil, dan murah.
UU PPHI merupakan paket perundangan yang dipersiapkan sejak 1997, atau setelah Presiden Soeharto menandatangani surat kesepakatan (Letter of Intent/LoI) pada 31 Oktober 1997 dengan dana moneter internasional (IMF) untuk mendapatkan kucuran hutang. LoI mengamanatkan Presiden Soeharto melakukan serangkaian deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi. Di bidang ketenagakerjaan, rangkaian deregulasi dan debirokratisasi mewujud dalam upaya menciptakan iklim tenaga kerja yang lebih lentur atau yang disebut dengan kebijakan pasar kerja fleksibel (labour market flexibility) di bawah proyek Reformasi Hukum Perburuhan.
Coba ingat-ingat dengan baik? Berapa ratus ribu buruh yang kalah dan kehilangan pekerjaan karena putusan PHI? Berapa juta buruh yang nasibnya gak jelas sesudah divonis PHI? Berapa juta buruh yang meskipun menang di PHI tapi gak pernah bisa mengeksekusi kemenangannya? Berapa juta buruh yang harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan putusan PHI?
27 tahun lampau Marsinah dibunuh. Dia melawan Soeharto dan Orde Baru. Marsinah terbunuh, Soeharto sudah tidak ada, Orde Baru juga sudah tumbang. Tapi, Politik Hukum Perburuhan dan Pengadilan ala Soeharto masih bertahan hingga sekarang.
Hidup kita makin susah saat pengadilan tak pernah bisa benar-benar adil!
Posting Komentar