Hari Ke-5, Bersepeda Jogja-Jakarta Tolak Omnibus Law: Dengarlah Deru Kami, Karawang-Bekasi

 


Chairil Anwar, dalam puisinya, Karawang-Bekasi, menyebut, Kami sudah coba apa yang kami bisa. Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa. Di sepanjang jalan itu. Telah terbaring banyak pejuang gugur, begitu juga buruh, demi nasib baik penghidupannya.

Terik panas cukup buas. Siang itu (13/7) rombongan pesepeda tolak Ombibus Law telah memancal pedalnya dari Sekretariat Serbuk pusat di Karawang bersama barisan pengawalan menuju Bekasi. Istirahat cukup panjang terbukti berhasil memulihkan tenaga dan stamina yang banyak terkuras sebelumnya. Wajah sumringah Empat anak muda menantang riuh jalanan. Gigih semangat belum padam.


Sepanjang mata memandang, pabrik-pabrik sudah seperti jamur di musim pengujan. Banyak sekali. Di dalam bangunan-bangunan penopang roda industri tersebut, buruh-buruhnya kini tengah terancam situasi yang akan semakin buruk apabila RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan.

Perbatasan kota Karawang dan Bekasi mulai terlihat. Nampak rombongan penyambut dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) dan Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB) mengibarkan bendera dan berdiri menanti tepat di sepanjang sisi jalan. Segera saja seruan semangat perjuangan disemarakkan berkali-kali,

“Buruh bersatu, tak bisa dikalahkan.”


Setelahnya, rombongan menyiapkan barisan pengawalan. Lagi-lagi konvoi juang dimulai. Iring-iringan membunyikan klakson motor secara beruntun dan mengibarkan panji-panji perlawanan. Tujuannya menuju gedung juang, salah satu tempat bersejarah di Tambun, Bekasi.

Bangunannya masih terlihat kokoh dan klasik. Arsitektur yang khas dari peninggalan zaman kemerdekaan. Beberapa pengunjung terlihat di sana-sini. Rombongan pesepeda tolak Omnibus Law dan Rombongan penyambut melingkar dalam diskusi sembari bersantai sejenak di pelatarannya. FPBI dan GSPB menceritakan kondisi buruh-buruh anggotanya dan secara umum yang dalam masa pandemi ini, banyak sekali terPHK. Dalih perusahaan mengatakan bahwa mereka mengalami kerugian yang begitu besar di masa wabah ini sehingga membuatnya harus melakukan pemutusan hubungan kerja, padahal kenyataannya belum tentu demikian. Hal ini masih ditambah dengan kasus-kasus turunannya seperti pesangon tidak diberikan, gaji tidak dibayar penuh, dan lain sebagainya. Cecep, ketua umum GSPB yang hadir dalam lingkaran itu menegaskan, “Dari berbagai kasus PHK serta kasus tidak diberikannya pesangon yang semakin marak ini membuat kita mengupayakan perjuangan ke Kemenaker. Seharusnya kementrian bisa mengeluarkan aturan untuk perusahaan tidak memPHK buruhnya di masa-masa sulit ini. Hal ini kemudian juga menyulitkan serikat untuk mengadvokasi buruh-buruhnya karena adanya berbagai keterbatasan sebagai dampak dari pandemi.”

Diskusi berjalan dengan khidmat sembari terus digelorakan semangat juang untuk aksi besar tanggal 16 Juli nanti. Tanggal di mana kluster ketenagakerjaan Omnibus Law akan dibahas. Aksinya akan besar. Terutama aksi yang akan dimassifkan di depan gedung DPRD pusat, yang juga sebagai titik akhir perjalanan rombongan pesepeda aksi tolak Omnibus Law, dan aksi-aksi di berbagai daerah, untuk menabalkan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang akan disahkan pemerintah ini adalah sesuatu yang jelas-jelas salah.


Selepas diskusi santai tersebut, berdatangan rombongan pesepeda low rider dari @dapurkustom Bekasi yang akan ikut mengawal rombongan pesepeda menuju Bekasi Kota. Lagi-lagi, solidaritas telah terbukti menembus batas-batasnya. Pedal siap dipancal. Namun baru saja jarak ditempuh belum jauh, salah satu sepeda tinggi menjulang mengalami kendala. Spare part penting di roda depannya bermasalah. Peralatan yang dibawa rombongan pesepeda tolak Omnibus Law juga tidak membawa bagian tersebut. Mengingat sudah begitu banyaknya juga peralatan yang dibawa. Segera saja rombongan @dapurcustom ini bergegas mencarikan bagian penting itu, yang boleh dibilang tidak mudah mencarinya.

Setelah pencarian kesana-kemari yang memakan waktu beberapa jam, akhirnya spare part itu mampu didapatkan. Langsung saja pemasangan pada roda bagian depan dieksekusi. Pas dan sepedanya bisa berfungsi normal kembali.


Hari kelima sudah hampir berangsur purna. Rencananya nanti rombongan pesepeda ini esoknya akan bertemu dengan komunitas sepeda tinggi di JABODETABEK. Sementara sepeda terus dikayuh, terngiang juga bait-baik akhir dari Chairil Anwar di puisi Karawang-Bekasinya,


Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Bersambung…