Energi yang Adil, Mungkinkah?
Kemarin, dalam pertemuan besar bertajuk “DIALOG SOSIAL”, kami membahas banyak hal. Hal-hal lama sebenarnya, tapi dalam semangat baru. Ini memang benar-benar dialog, bertemu dan saling berpendapat. Yang hadir, ada banyak serikat dan lembaga. SERBUK Indonesia (BWI) menjadi tuan rumah, ada PSI (Public Services Indonesia), SP PLN(PSI), FSPM (IUF), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), YLBHI, LBH Yogyakarta, LBH Semarang, KPBI, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Kepal SPI dengan dua lagu agitatifnya!. Mereka hadir dari Jakarta, Karawang, Yogyakarta, Semarang, Demak, Surakarta, Depok, Bogor, Magelang, Klaten, Bekasi, dan Bandung. Kami bersuka cita, 80% adalah profil pekerja muda.
Dalam 3 kali presentasi, para narasumber mengupas: “Bagaimana Ketergantungan Pemerintah Indonesia Terhadap Batu bara Mengancam Kehidupan Rakyat”. Indikasinya sederhana saja, saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara tersebar dan beroperasi di Indonesia. Tak terhitung, jutaan ton polusi setiap tahunnya dilepaskan meracuni paru-paru dan kesehatan masyarakat. Semakin lama, akumulasi polusinya akan mengancam kehidupan kita, juga anak kita, berlanjut ke cucu-cucu kita kelak. Polusi itu, membawa racun-racun yang mematikan: termasuk merkuri, timbal, arsenik, kadmiun, dan partikel halus namun beracun. Dan kita dipaksa menghirupnya.
Polusi udara ini, menjadi pembunuh senyap, merayap pada terang dan gulita keseharian kita, merengut setidaknya 3 juta kematian dini (premature death) di seluruh dunia. Pembakarani batu bara adalah salah satu penyumbang polusi paling besar di dunia. Bertahun ke depan, kita dihadapkan pada resiko besar terjadinya kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. Dan ironisnya, Pemerintah Indonesia berlomba membangun PLTU di berbagai daerah. Di Kalimantan dan Sumatera, bisa saja Pemerintah berkilah demi “melistriki seluruh NKRI, tapi bagaimana dengan Jawa dan Bali yang sebenarnya sudah berlebihan pasokannya. Alasan itu sangat tidak masuk akal.
Diskusi kami menyimpulkan dua hal penting. Pertama, PLTU bukan semata-mata urusan listrik, tapi adalah upaya sengaja sebagai mekanisme penjualan dan bisnis batu bara. Kedua, pada saatnya nanti, akan menjadi langkah mematikan untuk membunuh PLN dan menggantikannya dengan pembangkit-pembangkit swasta; milik asing. Privatisasi listrik! 10, 15, 20 tahun ke depan, bisa saja kita akan menikmati kesengsaraan seperti Philipina (yang sudah lebih dulu mengalami privatisasi) yang harga per KWH listriknya sudah mencapai 4.500 rupiah.
Dialog Sosial Transformasi Energi yang Adil (memang) sudah selesai kemarin. Komite Eksekutif Federasi SERBUK Indonesia mengucapkan terima kasih atas kehadiran, dukungan, dan partisipasinya. kegiatan tidak akan berhenti di ruang meeting hotel Crystal Lotus Yogyakarta, tapi akan bergulir sampai ke tempat kerja, kamar kos, rumah petak buruh, sekretariat serikat, dan tempat-tempat lain yang akan kita tembus.
Selangkah demi selangkah, mari kita rumuskan peta jalan menuju energi yang adil dan berkelanjutan. Semuanya masih mungkin, belum terlambat untuk merintisnya. Kehadiran KPK dalam dialog Sosial tersebut, menjadi pelecut semangat bagi semua yang hadir untuk menegaskan bahwa di balik eksploitasi sumber daya alam dan isu energi, ada potensi korupsi sangat besar yang merugikana masyarakat luas. Temuan-temuan KPK sebagaimana diungkapkan dalam presentasi, akan menjadi tambahan energi untuk melakukan advokasi dan membangun jejaring yang lebih kuat, sekaligus menguatkan peran KPK di tengah masyarakat secara nyata.
Catatan: Khamid Istakhori
Amandla!
3 komentar
https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2019/10/23/392adb0c-8cb2-410f-8c7c-8c98687878fe_169.jpeg?w=700&q=90
Sejatinya hidup manusia bukan untuk bekerja, namun manusia bekerja guna menyambung hidup.