Dari Hari Ke Hari: Kasus PHK Saya
Oleh: Sefriansyah*
Pekerja adalah pemeran penting dalam suatu perusahaan. Akan tetapi di kenyataannya, banyak hak-hak normatif yang tidak diberikan. Dan untuk mendapatkan semua hak-hak normatif tersebut, pekerja kesulitan untuk mendapatkannya.
Tidak sedikit pekerja yang menghadapi mandor bahkan bagian safety di perusahaan untuk mengajukan atau mengusulkan tuntutan-tuntutannya, tetapi semua upaya itu gagal. Oleh karena itu, akhirnya pekerja berpikir bahwa dengan berserikat, hak-hak normatif itu bisa diberikan oleh perusahaan karena sudah ada wadah untuk pekerja mengadu dan memperjuangan hak-haknya.
Pekerja kemudian memutuskan untuk berserikat, tetapi semua itu bukan suatu hal yang mudah. Setelah perusahaan mengetahui bahwa serikat telah terbentuk, muncul intimidasi kepada pengurus serikat. Intimidasi yang kami dapatkan waktu itu adalah pihak perusahaan memberikan waktu 4 jam dan memberi 2 pilihan: bubarkan serikat atau PHK. di saat itu saya memilih untuk tetap berjuang dengan berserikat dan akhirnya saya diPHK oleh perusahaan karena alasan untuk berjuang itu. Aneh memang.
Saya tidak sendirian untuk melaporkan semua kezaliman ini. Setelahnya, Saya, Komwil, dan Komex langsung melaporkan ke pihak Disnaker, Pengawas, dan Polres. Respon dari pihak Disnaker mengarahkan saya untuk mengirimkan surat perundingan dengan perusahaan (Bipartid) terlebih dahulu, dan kami pun seketika mengirimkan. Surat Bipartid pertama ke perusahaan tidak ada respon. Minggu selanjutnya kami kirimkan lagi surat bipartid Kedua dan masih tidak ada respon juga. Akhirnya Minggu Ketiga kami berangkat lagi ke Disnaker melaporkan bahwa surat bipartid kami tidak ditanggapi oleh perusahaan.
Sampai Minggu kelima, Pihak Disnaker kemudian memberikan undangan Tripartid Pertama. Hal ini membuat kami merasa lebih jengkel karena pihak Pengusaha asing mengabaikan dan tidak menghadiri undangan tersebut. Padahal undangan sudah dikirimkan secara formal dari Disnaker.
Minggu keenam ada undangan Tripartid kedua. Perusahaan merespon. Respon yang tak kalah menjengkelkan. Mereka mengubah dasar PHK mereka, yaitu PHK disebabkan karena saya berkumpul dengan alasan tidak jelas. Pihak Disnaker meresponnya dengan menyampaikan prosedur PHK harus melalui surat peringatan (SP 1 dan 2) dan pihak perusahaan tetap ingin menang sendiri dan tetap ngotot untuk melakukan PHK.
Permasalahan ini kemudian diteruskan ke Disnaker Provinsi dengan alasan di tingkat Kabupaten tidak ada mediator. Minggu kesembilan, ada undangan dari Disnaker Provinsi. Kami pun hadir bersama Komwil dan DPW KPBI. Sesampai di Sana, pihak perusahaan tidak menghadiri undangan tersebut. Minggu kesepuluh, Disnaker Provinsi mengirimkan surat undangan lagi dan akhirnya pihak kuasa hukum dari perusahaan hadir. Pihak perusahaan memberitahu ada surat PHK terhadap saya yang katanya sudah ada sejak saya di PHK, Mediator Disnaker Provinsi menanyakan kepada saya apakah saya sudah tahu surat ini, Saya tegas mengatakan bahwa sampai saat ini saya belum pernah lihat surat tersebut. Mediator melanjutkan kalau perusahaan sudah terlalu mengada-ada. Karena tidak ada kesepakatan, akhirnya kami pun menunggu panggilan ketiga. Karena tetap tidak ada kesepakatan, Permasalahan ini naik ke PHI.
Sampai tulisan ini ditulis, Saya masih menunggu panggilan dari pihak PHI. Proses yang begitu panjang dan juga memakan biaya yang besar ini harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
Harapan saya semoga kedepannya masalah ini akan mendapatkan semua kebaikannya. Dan terutama pemerintah, harus lebih lagi memperhatikan nasib para buruh. Tidak asal merekomendasikan saja, tetapi harus jelas ada ketegasan dan keberpihakan di dalamnya.
*Penulis adalah anggota SERBUK yang menjadi buruh di PLTU SUMSEL 8.
#sefriansyah
#serbukpltusumsel8
#serbukindonesia
#KPBI
Posting Komentar