Yang Muda Yang Berjuang: Catatan Diskusi dan Launching Komite Pekerja Muda SERBUK Indonesia

Oleh: Khamid Istakhori*

"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." (Ir. Soekarno). Pidato populer dari Presiden Pertama Indonesia tersebut memberi penegasan bahwa kaum muda yang berada dalam garis perjuangan merupakan potensi besar bagi sebuah bangsa. Bukan saja mencabut Gunung Semeru dari akarnya, tapi keniscayaan untuk mengguncang dunia; dengan karya, pengabdian, dan keberpihakannya. Peran mereka dalam perjuangan dan perubahan mendasar kondisi masyarakat, akan menjadi penanda bahwa perjuangan kaum muda adalah kunci penting untuk masa depan. Mereka mendinamisasi pergerakan masyarakat dan bersikap kritis, bukan saja terhadap kebijakan yang merugikan, tapi juga terhadap kepemimpinan di lembaganya yang dianggapnya lambat dan tidak memenuhi aspirasi kaum muda. 

Dalam penelitiannya, Manheim (1952:78) menyebutkan bahwa perbedaan generasi dalam sebuah lingkungan, akan selalu muncul dalam perkembangan dan dinamika sosial di tengah masyarakat. Mannheim mengungkapkan bahwa generasi muda –anak-anak muda yang dinamis, kritis, dan spontan– seringkali mengalami kesenjangan dengan generasi sebelumnya dan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan sempurna; lokasi sosial akan mendorong terbentuknya kesadaran individu pada mereka.Senada dengan Mannheim, The Great Man Theory menjabarkan bahwa pada kepemimpinan muda tidak semata-mata lahir karena kualitas mental dan karakter bawaannya, tapi mereka bertumbuh menjadi pemimpin karena berlatih dan belajar melalui ajaran, pengalaman, dan pengamatan yang intens. Kepemimpinan muda akan efektif karena tigal hal: keterampilan teknis, keberpihakan pada nilai, dan kekuatan.konseptual.

Berangkat dari pemikiran tersebut, pada 3 November 2021, Federasi SERBUK Indonesia mengadakan diskusi dan launching Komite Pekerja Muda. Koordinator Komite Pekerja Muda Andi Hidayat dalam pemantik diskusi menyebutkan bahwa pekerja muda adalah potensi sekaligus tantangan. Menurutnya, pekerja muda yang berusia antara 18-35 tahun tersebut merupakan potensi besar sebagai persiapan kepemimpinan serikat pekerja di masa mendatang. “Mereka adalah potensi besar, kader-kader muda serikat pekerja dan calon pemimpin,” tutur Andi. 

Selain sebagai potensi yang harus digarap dengan serius, sejatinya pekerja muda juga menjadi tantangan besar bagi gerakan buruh saat ini, terutama pasca pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). Kehilangan pekerjaan, persaingan yang semakin ketat, dan teknologi yang terus berkembang menyisakan pekerjaan rumah untuk serikat pekerja. “Pekerja muda termasuk yang paling terancam, mereka berada dalam persimpangan jalan liberalisasi tenaga kerja yang semakin masif,” kata M Nur Sholikin, Dosen Hukum Perburuhan STHI Jentera. Sebagai salah pembicara dalam diskusi, Sholikin menyebutkan bahwa UUCK bukan saja bermasalah dalam penyusunannya, tapi juga berpotensi besar menempatkan pekerja muda dalam posisi yang lebih sulit. Menurutnya, serikat pekerja harus mampu menjawab tantangan dan peluang tersebut, salah satunya melalui advokasi yang lebih kreatif dalam menerobos hambatan-hambatan.

Najrina Jalil, Staf Pendidikan BWI Asia Pasifik dari Kantor Kuala Lumpur menegaskan pernyataan Sholikin bahwa pekerja muda memang dalam situasi yang dilematis saat ini. Menurutnya, pekerja muda dan juga pekerja perempuan terancam informalisasi tenaga kerja dan hilangnya perlindungan karena perubahan-perubahan global. Selain karena perkembangan teknologi, Najrina juga menyebutkan perubahan regulasi seringkali tidak ramah terhadap pekerja muda. “Keberlanjutan pekerjaan dan perlindungan mendapat ancaman yang serius, saat ini dan di masa mendatang,” ujar Najrina. Selain itu,Najrina juga menyebutkan bahwa BWI Global Union menjadikan isu pekerja muda sebagai bagian penting membangun kekuatan serikat pekerja. Menurutnya, pekerja muda adalah calon pemimpin serikat pekerja di masa mendatang. “Kita perlu mengantisipasi tantangan ini dengan menjadikan pendidikan dan pengenalan serikat pekerja sebagai prioritas,” ujarnya.

Tantangan di dunia kerja, terutama pasca pengesahan UUCK menyisakan masalah pelik di tempat kerja. Angga Saputra, Ketua Departemen Organisasi Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) menyebutkan bahwa di bandara, tempatnya membangun serikat juga dihadapkan pada situasi yang serba tidak pasti. “Masalahnya sangat rumit dan berkelindan antara harapan atas kesejahteraan dan juga minat yang kecil untuk berserikat,” ujarnya. Menurut Angga, pekerja di bandara, yang mayoritas pekerja muda berada di persimpangan yang sulit. Kami kesulitan mengorganisir karena sejak awal, bandara disebut sebagai kawasan objek vital sehingga segala aktivitas serikat pekerja mendapatkan pengawasan yang ketat. Berkaitan dengan kesejahteraan, Angga menyebutkan bahwa pekerja alih daya di bandara tingkat kesejahteraannya masih rendah. “Bayangkan, pekerja di bandara masih ada yang mendapatkan upah 1,7 juta rupiah atau hanya 30% UMP DKI,” tegas Angga.

Sebagai penutup diskusi, Ketua Umum SERBUK Indonesia Usman Sopiyan menyebutkan bahwa launching Komite Pekerja Muda merupakan upaya untuk terus  menguatkan pekerja muda dan mendorong mereka agar semakin tertarik dengan serikat. “Hanya serikat pekerja yang akan mewadahi ide-ide kreatif pekerja muda dan langkah-langkah penting untuk penguatan pekerja,” tutur Usman.

Tantangan informalisasi tenaga kerja, kesejahteraan yang semakin memburuk, dan harapan akan lahirnya pemimpin-pemimpin muda dalam serikat pekerja, menjadi mata rantai yang harus terus dibangun untuk mendorong perubahan-perubahan yang signifikan, baik di tempat kerja dan juga menjawab tantangan-tantangan global. Masa depan serikat pekerja yanag sedang kita bangun hari ini, di masa mendatang harus diteruskan oleh pekerja muda. 

Amandla! Power to the young!


*Penulis adalah Kordinator Departemen Pendidikan SERBUK Indonesia