Lima Tahun Lalu, SBKI

Oleh: M. Husain Maulana*

Selepas berpeluh dengan beton dan semen, mereka berkumpul. Pakaiannya masih lusuh dan penuh debu. Mereka menyatukan tangan, menghendaki perubahan. 

Berhari-hari setelahnya, mereka terus berjibaku dengan batu bata yang menjadi dinding, menghancurkan puing, mengukur atap, hingga rumah dan gedung-gedung terbangun. Di hari libur, mereka berkumpul. Menulis huruf, mengumpulkan massa, lalu berdiskusi soal problema. Matanya menyala-nyala. Nasib buruh bangunan tak bisa begitu-begitu saja, ujar mereka. 

Hari yang ditunggu tiba. Lembar-lembar formulir telah terkumpul. Struktur organisasi telah dibentuk dengan purna. Tak berselang lama, nota pencatatan telah dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja. 

Di kaos merahnya, kepalan tangan dan simbol palu terpatri dengan bangga. Mereka menyerukan persatuan dan perjuangan bagi sesamanya. Bersama SERBUK Indonesia juga, mereka semakin teguh melangkahkan pijak kakinya. 

Mereka terus jatuh dan bangun untuk penghujung jalan yang bernama sejahtera. Mereka belajar dan berpraktik, terus begitu, setiap harinya. Mereka menentang nasib malang dan kepasrahan yang membuat mandek dari usaha menuju hari depan yang penuh cita. 

Mereka, Lima tahun lalu, mendeklarasikan diri. Sisi informal konstruksi dari tenaga kerja, yang terus membangun, menolak binasa. Mereka, SBKI, Serikat Buruh Konstruksi Indonesia. 


Yogyakarta, Maret 2022.

*Penulis adalah Kordinator Departemen Media dan Propaganda SERBUK Indonesia