Diskusi Tematik SERBUK Indonesia: Waspadai Permenaker No. 5 Tahun 2023

Dampak Permenaker No. 5 Tahun 2023 mengancam kesejahteraan Buruh. Kondisi Buruh kian terhimpit dengan kebijakan tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global ini. 

Departemen Advokasi Federasi SERBUK Indonesia menyelenggarakan diskusi online terkait dampak terbitnya Permenaker No. 5 Tahun 2023 yang dihadiri oleh 25 orang peserta yang berasal dari beberapa wilayah, diantanya Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, pada Sabtu (22/7/2023). 

Diskusi ini menghadirkan M. Safali, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) bidang perburuhan dari YLBHI-LBH Semarang yang memberikan gambaran terkait dampak serta bagaimana mematahkan argumentasi terhadap Permenaker No. 5 Tahun 2023. 

Menurut Safali, Permenaker ini telah  melanggar kebijakaan pengupahan yang berlaku, di mana pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. “Sehinggga patut diduga bahwa Permenaker tersebut merupakan bentuk legitimasi upah murah dan bentuk ketidakhadiran pemerintah karena mempersilahkan pekerja dan pengusaha untuk bertarung dalam ring tinju perundingan, yang semakin membuat pekerja dalam posisi yang lemah sedangkan pengusaha berada pada posisi yang lebih kuat karena memiliki segalanya,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Gopur, Kordinator Departemen Advokasi Federasi SERBUK menyampaikan bahwa meskipun Permenaker ini awalnya ditujukan pada industri padat karya namun tidak menutup kemungkinan sektor industri lain juga akan diterapkan hal yang sama nantinya. Outsourcing menjadi salah satu contoh riil yang pada awalnya hanya untuk jenis pekerjaan tertentu namun dalam praktiknya diberlakukan pada jenis pekerjaan-pekerjaan pokok, hingga bisa diberlakukan untuk semuanya. “Problematika semakin rumit manakala pemerintah tidak pernah mengambil tindakan tegas atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengusaha,” ucap Gopur. 

Senada dengan yang disampaikan Gopur, Agil dari SERBUK Komwil Kalimantan Barat pun menyampaikan bahwa di daerahnya masih ada perusahaan-perusahaan yang belum memberikan upah sesuai dengan upah minimum, bahkan sejak sebelum terbitnya Permenaker No. 5 Tahun 2023. “Lalu upaya apa lagi yang memungkinkan bisa dilakukan untuk melawan permenaker tersebut,” tanya Agil.

Britha dari Departement Advokasi SERBUK Indonesai pun menyampaikan bahwa adanya diskusi ini adalah sebagai upaya memberikan bekal kepada pengurus maupun anggota dalam melakukan advokasi, karena pastinya ke depan tantangan kita semakin berat sebab  yang menjadi permasalahan bukan hanya kebijakan dari pengusaha, melainkan juga  kebijakan dari Pemerintah. Karena negara tidak sepenuhnya berpihak pada klas pekerja, bahkan bisa dilihat dalam kenyataanya peraturan ketenagakerjaan saat ini tidak lebih baik dari peraturan ketengakerjaan sebelumnya.

Merespon pertanyaan Agil dan sekaligus menutup akhir sesi diskusi, Safali menyampaikan, “A luta Continua, ini artinya perjuangan masih terus berlanjut sehingga penting untuk membangun kolektifitas yang lebih lagi, bukan hanya dari klas pekerja saja, melainkan juga penting untuk bisa menyuarakannya bersama kelompok mahasiswa, tani, dan kelompok lainnya." (Ag)