Penting dan Mendesaknya Pengawasan Norma Ketenagakerjaan di Bandara Soekarno Hatta

Bertempat di Days Hotel & Suit Tangerang, Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) menggelar diskusi terkait urgensi pembentukan dan penempatan Tim Pengawas Ketenagaerjaan di Area Bandara Soekarno Hatta. Diskusi yang dihelat pada 12 September 2023 tersebut dihadiri tak kurang dari 40 peserta, sebagian besar adalah anggota FSPBI dari berbagai perusahaan/vendor yang ada di Bandara Soekarno Hatta. 

Sebagai afiliasi International Transportation Workers’ Federation (ITF) yang khusus mengorganisir pekerja sektor transportasi, FSPBI memberikan perhatian besar bagi kesejahteraan anggota di bandara terbesar di Indonesia tersebut. Edi Lesmana, Ketua Umum FSPBI dalam pengantar diskusi menegaskan pentingnya kehadiran pengawas ketenagakerjaan di bandara. “Saya harus mengatakan bahwa kondisi pekerja di bandara sangat memprihatinkan, bahkan mungkin sangat buruk. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja, upah, jam kerja, dan aspek-aspek lainnya berada di bawah norma yang telah dimandatkan regulasi,” tegas Lesmana.

Angga Saputra, Bidang Organisasi FSPBI, dalam presentasinya merilis hasil survey yang dilakukan organisasinya terhadap pekerja di bandara. Dia menyebutkan bahwa pekerja di bandara bekerja di bawah kondisi yang tidak aman dan kesejahteraan yang tidak memadai. “Upah pekerja di bandara di bawah UMK/UMP, ada banyak bagian yang hanya membayar pekerjanya sebesar 1,7 juta rupiah per bulan,” ungkapanya. Paparan Angga menegaskan apa yang dikemukakan oleh Lesmana bahwa kehadiran Tim Pengawas di Bandara merupakan kebutuhan yang mendesak. “Jangan ditunda lagi karena situasinya kian memburuk,” lanjutnya. Hadir dalam diskusi tersebut 3 narasumber yakni Rinaldi Umar mewakili Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemnaker RI, Tb. Tresna  Karya Sembada, Kepala UPTD. Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Banten, dan Khamid Istakhori dari BWI Global Union. 

Dalam paparannya, Rinaldi menyebutkan bahwa ada dua fungsi penting yang dimiliki lembaganya, yakni pembinaan dan penindakan. Terkait dengan berbagai keluhan dan desakan yang disampaikana FSPBI, Rinaldi menyebutkan akan menyampaikan hal tersebut kepada Pimpinannya di Kemnaker dan berharap ada langkah nyata. “Kita harus mendiskusikan permasalahan secara spesifik, tematik, dan solutif,” ungkapanya. Dalam pandangannya, Rinaldi menyebutkan bahwa wacana pembentukan tim khusus Pengawasan Norma Ketenagakerjaan di bandara harus dilakukan kajian dan pembahasan dengan berbagai pihak terkait. Tapi, sebagai langkah awal, penting untuk merespon dengan beberapa tahap, misalnya memaanfaatkan peluang yanag diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 257 Tahun 2014 Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Kader Norma Ketenagakerjaan yang memberikan peluang serikat pekerja untuk menempatkan wakilnya dalam Kader Norma Ketenagakerjaan. “Langkahnya memang memerlukan kerja keras dan simultan, tapi beberapa permulaan bisa dikerjakan bersama-sama, misalnya dengan memanfaatkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 257 Tahun 2014,” pungkasnya.

Sementara itu Tb. Tresna  Karya Sembada, Kepala UPTD. Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Banten menyebutkan bahwa Timnya akan segera melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan untuk mengetahui secara langsung berbagai pelanggaran norma ketenagakerjaan di perusahaan-perusahaan yang ada di bandara. “Kami akan berkoordinasi kepada Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Banten dan segera mengirimkan tim untuk memeriksa,” jelasnya. Selain itu, dia berharap dapat mengadakan koordinasi yang lebih intensif dengan FSPBI untuk mengumpulkan berbagai data yang relevan.

Khamid Istakhori dari Building and Wood Workers’ Global Union menyoroti kinerja Pengawasan Ketenagakerjaan yang sangat lemah. Dalam pandangannya, alasan klasik yang diungkapkan Kemnaker dan jajarannya selalu berktat dengan masalah anggaran, jumlah pengawas yanag tidak memadai, dan komptensi pengawas di lapangan. “Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan tidak ada solusi yang ditawarkan, bahkan sekarang jumlah pengawas juga mengalami penurunan karena banyak yang pensiun,” ungkapnya. Dalam catatan Khamid dengan jumlah pengawasdi Provinsi Banten yang hanya 67 orang dan jumlah perusahaan yang mencapai 56.850, dapat dipastikan kinerja pengawasan tidak akan optimal. “Bayangkan, 1 pengawas harus mengawasi sekitar 848 perusahaan, sangat tidak masuk akal,” tegasnya.

Khamid menyebutkan bahwa pembentukan dan penepatan tim khusus dari Dirjen Binawas Kemnaker RI di are bandara menjadi kebutuhan mendesak dan harus menjadi prioritas bagi Kemnaker RI. Sebagai langkah awal, FSPBI dan Dirjen Binawas Kembaker/UPTD. Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Banten harus menyusun roadmap yang jelas dan bisa dimulai dengan inventarisir masalah yang dominan di bandara.

Sebagai tindak lanjut dari diskusi, FSBPI akan menyusun rekomendasi dan segera menindaklanjuti langkah-langkah cepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di bandara.