Ikuti kami di Instagram         Tetap Terhubung

Laba Meningkat, dan Jumlah Pelanggan Terus Bertambah, Tetapi Jumlah Pekerja Dikurangi. Ada apa dengan PLN?



PT PLN (Persero), sebagaimana yang umum diketahui, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kelistrikan di Indonesia. Perusahaan ini tercatat mencetak pendapatan Rp 281 Triliun pada semester 1 2025, dengan laba usaha sebesar Rp 30 Triliun (dikutip dari tempo.co).

Dengan laba usaha PLN yang meningkat dari Rp 28 Triliun pada periode yang sama tahun lalu, hal ini berdampak terbalik dengan kondisi pekerjanya. Alih-alih melakukan peningkatan kesejahteraan bagi para pekerja, PLN di beberapa tempat justru melakukan pengurangan jumlah pekerja, tidak menyiapkan pengganti, dan menambah beban kerja yang semakin tinggi.

Dalih memanjakan pelanggan melalui penggantian kWh meter konvensional menjadi smart meter berbasis Advanced Metering Infrastructure (AMI) nampaknya menjadi alasan yang dibuat-buat PLN untuk semakin meminggirkan kondisi kesejahteraan Petugas Pembaca Meter (Cater) atau yang sering disebut Petugas Manajemen Billing.

AMI memang merupakan langkah maju dalam teknologi pada meteran listrik PLN. Sistem ini merupakan investasi yang dapat memberikan penghematan biaya operasional, potensi peningkatan pendapatan, dan efisiensi pengelolaan jaringan. Hal ini lebih lanjut mengurangi biaya operasional terkait perjalanan petugas, waktu kerja, dan pemeliharaan infrastruktur baca meter konvensional. Penggunaan AMI (Advanced Metering Infrastructure) pada meteran listrik PLN ini tentu akan berpengaruh pada RAB (Rencana Anggaran Biaya) PLN, terutama dalam hal efisiensi biaya operasional dan potensi pendapatan. Sehingga AMI memungkinkan pembacaan meter secara otomatis dan jarak jauh, menghilangkan kebutuhan pembacaan meter secara manual oleh petugas.

Seperti halnya yang dialami oleh para Petugas Pembaca Meter (Cater) atau yang sering disebut Petugas Manajemen Billing di wilayah UP3 Magelang ini kondisinya langsung terancam dan terdampak dari sistem baru yang secara serampangan tidak memperhatikan lebih mendalam kondisi beban kerja dan kesejahteraan pekerja. Petugas yang setiap bulan berkeliling untuk mencatat jumlah konsumsi listrik bulanan pelanggan ini harus mengalami pengurangan jumlah petugas namun beban kerjanya tetap saja besar.

Ibarat efek domino, dampak dari adanya pengurangan jumlah pekerja tersebut. Petugas Cater yang ada sekarang ini harus menerima penambahan beban kerja dari petugas yang sudah purna/pensiun namun tidak digantikan dengan petugas yang baru karena perlunya penyesuaian jumlah petugas sesuai rasio jumlah pelanggan. Karena adanya penurunan jumlah pelanggan sejumlah 52.000 karena peralihan kWh meter konvensional menjadi smart meter AMI di wilayah UP3 Magelang sehingga mengakibatkan jumlah kuota petugas Pembaca Meter yang ada sekarang ini harus berkurang.

Hal tersebut membuat para petugas Cater yang tergabung dalam Serikat Pekerja Listrik Area Magelang (SPLAM) merasa keberatan dengan adanya kebijakan pengurangan jumlah pekerja. SPLAM yang berafiliasi dengan Federasi SERBUK Indonesia kemudian meminta kepada pihak PLN untuk mengadakan perundingan dan berharap agar kebijakan tersebut dibatalkan. “Kami meminta kepada perusahaan agar bisa mengkaji ulang kebijakan tersebut. Syukur-syukur ya bisa dibatalkan. Mengingat beban pekerjaan yang sekarang ini diterima para petugas sudah begitu banyak, apalagi jika ditambah dengan beban pekerjaan petugas (purna/pensiun) yang tidak digantikan oleh petugas yang baru.” Ungkap Ari Purwanto selaku Ketua SPLAM.

Perundingan yang membahas persoalan pengurangan jumlah pekerja antara SPLAM-SERBUK dengan perusahaan ini difasilitiasi oleh Kantor PLN UP3 Magelang pada selasa (19/8). 


Dalam perundingan tersebut, Bima selaku Site Manajer PT PLN Electrcity Services menjelaskan bahwa pengurangan jumlah pekerja terjadi akibat dari PT PLN Persero mengurangi nilai Rancangan Anggaran Belanja (RAB) dalam kontrak kerjasama antara PLN dengan PT PLN Electrcity Services yang merupakan anak perusahaan PLN. “Kami sebenarnya juga tidak ingin ada pengurangan petugas. Tapi mau gimana lagi, ini harus kami lakukan karena mempertimbangkan nilai RAB yang diturunkan oleh PLN, sehingga dengan system kerja Volume Based ini kami tidak mampu jika harus mempertahankan seluruh petugas yang ada.” Tegas Bima.

Dalam perundingan tersebut, pihak PLN yang diwakili oleh Wahyu selaku Asmen Billing di PLN UID Jawa Tengan dan D.I. Yogyakarta menyatakan bahwa penurunan RAB terjadi karena migrasi atau perpindahan kWh meter dari paska bayar menjadi kWh meter AMI sebanyak 52.000 pelanggan. Hal ini membuat pekerjaan pembacaan meter menurun secara signifikan, sehingga PLN memutuskan untuk melakukan pengurangan tersebut. “Dari UID (PLN) sudah melakukan beberapa kajian, utamanya terkait penerapan meteran AMI. Karena kita di pusat (Kantor PLN Pusat) juga mempunyai kontrak dengan AMI. Sehingga terjadi fraud, di pusat kita sudah membayar, kok di daerah kita juga membayar untuk satu jenis pekerjaan yang sama (pembacaan meter).” jelas Wahyu.

Ketika pihak PLN diminta pejelasan lebih lanjut oleh Restu selaku Sekretaris SPLAM terkait kebijakan pengurangan jumlah pekerja, namun pada kenyataannya PLN sedang gencar-gencarnya melakukan program ‘paskanisasi’ yaitu pemasangan kWh Meter paska bayar kepada pelanggan baru. “PLN sekarang ini kan sedang getol melakukan pemasangan baru menggunakan meteran paska bayar, sehingga membuat kuantitas pekerjaan pembacaan meter meningkat. Tapi kok malah jumlah petugas yang melakukan pekerjaan tersebut dikurangi? Ini kan berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan, bahwa PLN mengalami banyak pengurangan jumlah kWh meter paska bayar yang berganti dengan meteran AMI.” tegasnya.

Pertanyaan dari Restu kemudian langsung ditanggapi oleh Wahyu, bahwa dalam menerapkan kebijakan penurunan RAB dari PLN yang digunakan adalah data pada tahun 2024. Sehingga jumlah pelanggan baik paska, pra bayar, maupun meteran AMI yang digunakan sebagai dasar menentukan rasio antara pekerja dengan jumlah pekerjaan adalah data tersebut. “Yang dijadikan dasar kenapa RAB jadi turun adalah data tahun 2024. Memang pada tahun tersebut terjadi penurunan jumlah kWh meter paska bayar. Jika sekarang ini terjadi peningkatan (jumlah kWh meter paska bayar) tentu kita akan melakukan evaluasi. Bisa jadi hasil evaluasi tersebut adalah kembali menambah jumlah petugas Cater.” ungkapnya.

Abdul Gopur selaku Ketua Umum Federasi SERBUK Indonesia yang juga hadir secara langsung dalam perundingan tersebut merasa kecewa dan keberatan dengan langkah yang diambil oleh PLN yang menurunkan nilai RAB, sehingga berdampak pada perusahaan yang melakukan pengurangan jumlah pekerja. “Kami sangat tegas menolak kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan dengan mengurangi jumlah pekerja dan tidak ada yang menggantikan. Bagaimana mungkin PLN menginginkan target pekerjaan yang harus tercapai setiap bulannya, namun jumlah pekeja dikurangi dan beban pekerjaan ditambah!” tegas pria yang akrab disapa Bung Gopur.
Serbuk adalah serikat buruh yang di dirikan pada 11 Desember 2013.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.