Ikuti kami di Instagram         Tetap Terhubung
Postingan

Banjir Besar Melanda Vietnam dan Indonesia: Krisis Kemanusiaan di Asia Tenggara Semakin Mengkhawatirkan


Gelombang cuaca ekstrem kembali mengguncang Asia Tenggara. Dalam sepekan terakhir, banjir besar dan longsor melanda Vietnam bagian tengah dan sejumlah wilayah di Indonesia, memunculkan krisis kemanusiaan yang serius. Kedua negara menghadapi dampak yang hampir bersamaan: korban jiwa yang terus bertambah, kerusakan infrastruktur yang luas, serta jutaan warga yang kini berada dalam kondisi sangat rentan. Bencana ini kembali mengingatkan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan krisis nyata yang telah menghantam kehidupan rakyat pekerja hari ini.

Di Vietnam, wilayah tengah yang meliputi Provinsi Quang Nam, Thua Thien-Hue, Quang Ngai, hingga Da Nang mengalami salah satu banjir paling parah dalam beberapa tahun terakhir. Hujan deras yang turun tanpa henti membuat sungai-sungai meluap, merendam ribuan rumah, dan memutuskan akses transportasi di banyak kawasan. Sungai Huong dan Thu Bon melampaui ambang siaga, sementara longsor terjadi di sejumlah daerah perbukitan yang padat permukiman. Otoritas Vietnam melaporkan sedikitnya 90 orang meninggal dunia, sementara puluhan lainnya masih belum ditemukan. Kerusakan meluas ke lahan pertanian dan peternakan, membuat ribuan keluarga kehilangan sumber nafkah dalam hitungan jam. Pemerintah telah menggelontorkan dana darurat untuk daerah-daerah terdampak, namun skala kerusakan yang begitu besar membuat kebutuhan bantuan jauh melampaui kapasitas awal.

Di Indonesia, situasinya tidak jauh berbeda. Pulau Sumatra dan wilayah timur Indonesia, terutama Papua, menjadi kawasan yang paling terpukul oleh curah hujan ekstrem. Di Sumatra Barat, banjir bandang melanda Kabupaten Pesisir Selatan dan Solok Selatan. Air bah yang datang tiba-tiba memutus jalan nasional Padang–Painan, merendam permukiman, dan merusak fasilitas umum. Sungai-sungai di Koto XI Tarusan, Sangir, dan Sangir Balai Janggo meluap, membawa material lumpur dan kayu dalam jumlah besar. Warga yang kehilangan rumah terpaksa mengungsi ke lokasi darurat dengan perlengkapan seadanya.

Di Aceh, Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Singkil mengalami nasib serupa. Daerah Aliran Sungai Lawe Alas dan Lae Cinendang tak mampu menahan volume air yang meningkat drastis. Ribuan warga mengungsi untuk menyelamatkan diri, sementara lahan-lahan pertanian yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat tersapu banjir.

Sementara itu, Papua menghadapi kondisi yang lebih sulit karena karakter geografisnya. Di Sentani, Kabupaten Jayapura, banjir bandang merendam rumah, sekolah, dan fasilitas umum. Di Yahukimo, longsor dari kawasan pegunungan menutup jalan dan mengisolasi sejumlah kampung. Akses distribusi bantuan menjadi terhambat, membuat warga terdampak berada dalam situasi yang sangat kritis. Banyak keluarga kehilangan rumah, peralatan kerja, hingga kebun yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama.

Rangkaian bencana ini menunjukkan dengan jelas bahwa kawasan Asia Tenggara sedang berada dalam fase kerentanan iklim yang semakin dalam. Perubahan pola monsun (ketidakteraturan angin muson + perubahan musim + curah hujan yang tidak bisa diprediksi, yang semuanya dipicu oleh krisis iklim global) dan curah hujan ekstrem bukan lagi kejadian luar biasa; ia telah menjadi pola baru yang mengancam keselamatan jutaan orang. Dan seperti yang sering terjadi, masyarakat pekerja dan rakyat kecil menjadi kelompok yang paling terpukul. Mereka kehilangan penghasilan karena tempat kerja hancur atau usaha terdampak, tidak memiliki tabungan atau jaring pengaman sosial yang memadai, serta terhalang mengakses layanan publik karena infrastruktur rusak.

Bagi gerakan buruh, bencana ini tidak dapat dipandang sebagai musibah alam semata. Ia merupakan cermin ketimpangan sosial dan ketidakadilan ekologis yang selama ini diabaikan. SERBUK Indonesia melihat urgensi untuk memperkuat perlindungan sosial bagi pekerja, memastikan kebijakan mitigasi bencana berpihak kepada rakyat, serta membangun solidaritas lintas negara dalam menghadapi ancaman iklim yang kian nyata. Pendidikan dan kesiapsiagaan anggota serikat menjadi kunci penting, mengingat risiko banjir dan longsor kini meningkat di banyak wilayah kerja buruh, baik di perkotaan maupun pedesaan.

SERBUK Indonesia menyampaikan duka cita mendalam kepada seluruh korban bencana di Vietnam, Sumatra, Aceh, dan Papua. Di tengah kerusakan yang meluas, semangat solidaritas dan gotong-royong menjadi kekuatan utama bagi masyarakat untuk bangkit kembali. Bencana ini menjadi pengingat bahwa perjuangan buruh tidak hanya berkaitan dengan ruang kerja dan upah, tetapi juga menyangkut keselamatan hidup, keberlanjutan lingkungan, dan masa depan yang lebih manusiawi untuk seluruh rakyat pekerja.
Serbuk adalah serikat buruh yang di dirikan pada 11 Desember 2013.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.