Aksi lintas wilayah ini menegaskan bahwa persoalan upah murah bukan masalah lokal semata, melainkan masalah struktural nasional akibat kebijakan pengupahan yang masih berorientasi pada kepentingan modal dan stabilitas semu, bukan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh dan keluarganya.
Kalimantan Barat: Perlawanan di Meja Dewan Pengupahan
Di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, SERBUK Komite Wilayah Kalbar mengawal langsung proses penetapan upah melalui Rapat Dewan Pengupahan di Disnakertrans Kabupaten Sambas. Upah Kabupaten Sambas tahun 2025 tercatat sebesar Rp 3.015.520, angka yang dinilai belum mencerminkan kebutuhan hidup riil buruh, khususnya di sektor perkebunan sawit.
Dalam forum tersebut, perwakilan SERBUK menyampaikan keberatan keras terhadap PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan yang diterbitkan secara tergesa-gesa dan memberikan waktu yang sangat sempit bagi unsur buruh untuk melakukan kajian mendalam. SERBUK menilai regulasi tersebut bertentangan secara substansial dengan Putusan MK yang mewajibkan pengupahan berbasis KHL.
Perdebatan berlangsung alot ketika perwakilan pengusaha bersikeras menggunakan nilai alpha serendah mungkin (0,5–0,7). Setelah perdebatan panjang sejak pagi hingga siang hari, akhirnya disepakati Upah Kabupaten Sambas sektor sawit tahun 2026 sebesar Rp 3.250.707 dengan nilai alpha 0,9, nilai tertinggi dalam rentang yang tersedia.
Meski demikian, SERBUK menegaskan bahwa hasil ini belum memenuhi rasa keadilan, mengingat lonjakan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup buruh yang terus meningkat. SERBUK Kalbar menekankan bahwa perjuangan upah tidak berhenti di meja dewan pengupahan, tetapi harus dilanjutkan pada penegakan struktur dan skala upah serta pemenuhan hak-hak normatif buruh.
Jawa Tengah: Demak dalam Darurat Upah Murah
Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Aliansi Gerakan Buruh Demak (GEBRAK) bersama SERBUK menyatakan secara terbuka bahwa Demak berada dalam kondisi darurat upah murah. Massa aksi menilai Peraturan Pemerintah Pengupahan terbaru tidak menyelesaikan persoalan ketidakadilan upah, justru memperlebar disparitas upah antar daerah.
Penggunaan nilai alpha sebagai pengali pertumbuhan ekonomi dinilai hanya menghasilkan kenaikan upah semu, yang tidak mampu mengejar kebutuhan hidup buruh. Dalam praktiknya, kebijakan ini melanggengkan politik upah murah dan menjadikan buruh sebagai korban pemiskinan sistematis.
Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 yang menegaskan pentingnya KHL dalam kebijakan pengupahan dianggap diabaikan secara terang-terangan. Akibatnya, buruh kembali dipaksa bertahan hidup dengan upah yang tidak layak, tanpa jaminan kesejahteraan bagi keluarganya.
Dalam pernyataannya, massa aksi menegaskan bahwa kesabaran buruh ada batasnya. Buruh Demak menyatakan sikap untuk bangkit, bersatu, dan melawan kebijakan upah murah sebagai bagian dari perjuangan mempertahankan martabat kelas pekerja.
Jawa Barat: Menolak Upah Minimum yang Menjauh dari Hidup Layak
Sementara itu di Jawa Barat, SERBUK bersama aliansi buruh menegaskan penolakan terhadap kebijakan pengupahan yang masih menjadikan upah minimum sebagai standar hidup, padahal realitas biaya hidup di kawasan industri Jawa Barat terus melonjak tajam.
SERBUK Jawa Barat menilai bahwa formula pengupahan yang dibatasi oleh indeks dan nilai alpha telah mengunci upah buruh jauh di bawah kebutuhan hidup layak, terutama bagi buruh berkeluarga. Kebijakan ini tidak hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga bertentangan dengan amanat konstitusi yang menjamin hak atas penghidupan layak.
Aksi di Jawa Barat menegaskan bahwa buruh tidak menolak kenaikan upah semata, melainkan menolak sistem pengupahan yang menjauhkan buruh dari kehidupan manusiawi.
Tagih Negara, Tegakkan Keadilan Upah
Aksi serentak SERBUK Indonesia di tiga wilayah ini menjadi pesan politik yang jelas: putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh berhenti sebagai dokumen hukum, melainkan harus diimplementasikan secara nyata dalam kebijakan pengupahan nasional dan daerah.
SERBUK Indonesia menegaskan:
Upah minimum bukan upah layak, terlebih bagi buruh berkeluarga.
PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan bertentangan dengan Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 karena mengabaikan KHL.
Negara wajib menghentikan politik upah murah dan menjamin sistem pengupahan yang adil, manusiawi, dan berkeadilan sosial.
Perjuangan buruh akan terus dilanjutkan, baik aksi di jalan, ruang perundingan, maupun melalui konsolidasi organisasi.
SERBUK Indonesia menyerukan kepada seluruh buruh untuk terus melakukan konsolidasi, memperkuat persatuan organisasi, karena upah layak tidak pernah diberikan secara cuma-cuma, tidak serta merta turun dari langit, bukan pula karena kebaikan hati pengusaha maupun pemerintah, melainkan upah layak harus melalui perjuangkan dari kaum buruh secara mayoritas.